Fahri Hamzah saat berkunjung ke tempatnya sekolah dahulu, di SMP Muhammadiyah Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, NTB, 2 April 2016 |
Dalam rilisnya di media sosial pada 5 April 2016 kemarin, Aswandi berpendapat, bahwa FH (Fahri Hamzah) berpeluang besar menjadi calon independen dalam Pilkada Gubernur NTB mendatang. Pertimbangannya, karena di antara 10 besar caleg DPR RI se-NTB, FH berada di urutan teratas dengan peroleh suara pada Pilleg 2014 lalu sebesar 128.083 suara, atau sekitar 18,05 persen. Selisihnya terpaut jauh dengan peraih suara terbanyak kedua di bawahnya, Syamsul Lutfi (Demokrat) yang meraup 83.638 persen atau 12.37 persen. “FH berpeluang besar maju independen,” ujar Aswandi.
Aswandi juga menjelaskan, bahwa jika FH mau mencalonkan diri sebagai calon independen NTB 1, maka syarat yang harus ditempuh adalah mengumpulkan dukungan KTP. Menurut datanya, untuk menjadi calon independen di NTB dengan jumlah DPT sekitar 3,6 juta jiwa, maka dibutuhkan dukungan KTP 8,5 persen atau sebanyak 306.000 lembar KTP pemilih di NTB. “Suara pribadi FH merupakan hasil kerja keras yang bersangkutan, dan telah memiliki kedekatan emosional (dengan NTB), jadi sepakat analisa Bung Aswandi Pannaco, “ ujar Indra Ardiansyah, salah satu orang yang mengomentari rilis tersebut.
Sebagaimana diketahui, dalam rilis di website resmi PKS 4 April 2016,
Dewan Pimpinan Pusat PKS memberhentikan FH dari seluruh jenjang keanggotaan partai. Fahri dianggap melanggar ketertiban dan kedisiplinan partai sehingga pimpinan PKS mengeluarkan surat pemecatan bernomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 pada 1 April lalu.
PKS menilai ada enam kesalahan yang dilakukan Fahri sehingga harus menerima sanksi pemecatan, antara lain menyebut kalimat ‘rada-rada bloon’ kepada sesama anggota DPR-RI, mengatasnamakan lembaga DPR-RI dan menyebut telah sepakat untuk membubarkan KPK, pasang badan untuk tujuh proyek DPR, FH menyebut penolak revisi Undang-Undang KPK adalah pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya, menyebut nilai kenaikan tunjangan DPR kurang, hingga melontarkan pernyataan keras dan kontroversial saat membela mantan Ketua DPR Setya Novanto, dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden di lobi kontrak PT Freeport Indonesia.(ab)
0 komentar:
Post a Comment