Korupsi proyek seragam batik PNS Nganjuk dinilai merugikan uang rakyat Rp 3,1 milyar. Sebagian diduga mengalir ke tangan pribadi pejabat berkuasa di Nganjuk |
Menurut informasi terpercaya dari sumber matakamera.net, Kejari Nganjuk sudah meyakini adanya aliran uang APBD ke tangan oknum pejabat sejak menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini pada 29 April 2016 lalu. Petunjuknya salah satunya terkuat dari pengakuan pihak rekanan proyek yang berjumlah tiga orang, dan ketiganya kini berstatus tersangka bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Masduqi. "Perusahaan rekanan batik sudah mengakui ada upeti atau setoran," kata sumber.
Upeti itu bahkan sudah dipesan jauh-jauh hari oleh si oknum pejabat sebagai imbal jasa, karena rekanan telah berhasil memenangkan tender proyek batik senilai Rp 6,05 milyar menggunakan dana APBD perubahan 2015. Gambaran perhitungannya, nilai proyek dipotong PPn 10 persen menjadi Rp 5,4 milyar, kemudian si oknum pejabat meminta 'jatah upeti' 10 persen dari nilai Rp 5,4 milyar itu yaitu sebesar Rp 500 jutaan ( setengah milyar). "Ya, kira-kira sebesar itu yang diminta," imbuh sumber. Meskipun tidak disebut identitas si pejabat penting itu, namun sumber mengisyaratkan bahwa si pejabat punya kekuasaan dan jabatan penting baik di Pemkab Nganjuk maupun di dalam kepanitiaan proyek milyaran ini.
Nah, untuk merunut kembali proses perencanaan anggaran sehingga bisa muncul proyek seragam batik dengan nilai Rp 6,05 milyar, Kejari Nganjuk pada Rabu 4 Mei 2016 melanjutkan penyidikan dengan memanggil sejumlah pejabat Pemkab Nganjuk dan DPRD Nganjuk. Yaitu mereka-mereka yang tergabung dalam tim anggaran daerah Pemkab Nganjuk dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Nganjuk. "Karena mencolok sekali keanehannya. Sejak KUA-PPAS sudah disepakati nilai batik Rp 5 milyar lebih, lalu berubah lagi sampai ditetapkan Rp 6, 05 milyar. Padahal setelah diusut kejaksaan, nilai asli tidak sampai sebanyak itu," ujar sumber.
Mereka yang diperiksa masing-masing Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bambang Eko Suharto, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), serta perwakilan tim banggar DPRD Nganjuk Basori. Satu lagi saksi yang diperiksa adalah Inspektur Inspektorat Nganjuk Lies Nurhayati, terkait laporan hasil pemeriksaan (LHP) internal mereka yang sebenarnya sudah menemukan kejanggalan dalam perencanaan proyek batik, tetapi tidak ditindaklanjuti. "Dokumen LHP itu tak sengaja ditemukan tim kejaksaan saat menggeledah ruangan Sekda Nganjuk," imbuh sumber.
Terkait hal itu, pihak Kejari Nganjuk belum bersedia berbicara secara gamblang. Alasannya, karena sudah menyentuh kepada materi detail penyidikan yang seharusnya dirahasiakan dan baru akan diungkap di pengadilan. Termasuk, informasi bahwa ada dana dalam jumlah besar yangh mengalir ke pajabat petinggi di Nganjuk. "Yang jelas ada nilai kerugian negara cukup besar dari perbuatan pidana dalam kasus ini," ujarnya.
Namun demikian, Kasi Intelijen Kejari Nganjuk Anwar Risa Zakaria tidak menampik bahwa bola panas penyidikan kasus ini masih terus bergulir. Termasuk dengan membuka peluang tersangka baru, maupun petunjuk aliran dana APBD ke tangan-tangan pihak tertentu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau kelompok. "Paling lambat akan terungkap di pengadilan. Tetapi kalau bisa terungkap saat ini akan lebih bagus," ujar Anwar.(ab)
0 komentar:
Post a Comment