Nur Asyanto saat tiba di Kota Cilegon pada Selasa 11 Juli 2017 (matakamera/ist) |
matakamera, Cilegon - Tak banyak orang yang mau berjuang untuk mengampanyekan sesuatu yang berguna kepentingan masyarakat luas. Terlebih perjuangan itu menghabiskan biaya dan tenaga.
Namun berbeda dengan Nur Asyanto (57). Pria asal Nganjuk, Jawa Timur ini mengayuh sepeda rakitannya dari Nganjuk menuju titik nol kilometer di Jalan Anyer-Panarukan atau biasa disebut Jalan Daendels.
Guru Matematika di SMA Negeri 1 Nganjuk ini mengaku sengaja mengayuh sepeda untuk mengampanyekan hidup sehat tanpa polusi. Pesan itu ia sampaikan melalui tulisan baju di bagian belakangnya “Ayo Sahabatku Kurangi Polusi’.
Selasa 11 Juli 2017, Nur Asyanto tiba di Kota Cilegon. Dia berkesempatan bertemu dengan Wakil Walikota Cilegon, Edi Ariadi dan Ketua DPRD Kota Cilegon, Fakih Usman.
Nur Asyanto pun berkisah. Beberapa tahun lalu dia pernah mengalami sakit hingga tangannya tak dapat menyuapi dirinya sendiri saat makan. Ia berusaha bangkit untuk hidup sehat dengan bersepeda.
Ia juga terenyuh saat melihat kawan semasa kecilnya sudah terkena stroke dan hanya berbaring di kasur dan duduk di kursi roda karena tidak mampu untuk berjalan.
“Sebetulnya sejak dulu saya memang senang sepedahan, terus berhenti. Setelah melihat satu rekan saya sudah pakai kursi roda, disitu saya mulai berusaha latihan lagi, waktu itu saya PP (pulang-pergi) Nganjuk-Jombang, pas ke rumahnya lagi sudah tidak bisa bicara. Pernah diserang gangguan saraf,” kata Nur Asyanto saat berbincang dengan Pokja Wartawan Harian Kota Cilegon.
“Yang mendorong saya bersepedah adalah kenyataan temen-teman saya yang stroke atau kegemukan. Itu yang setidaknya menggerakkan saya melakukan perjalanan ini,” jelasnya.
Nur memulai perjalanannya sejak 1 Juli lalu, ia mengayuh sepeda kurang lebih 120 kilometer setiap harinya.
Ia hanya beristirahat total di rumah anaknya di Karawang, Jawa Barat. Seluruh perjalanan dari Nganjuk ke titik Nol Kilometer Jalan Deandels yang terletak di Anyer, Kabupaten Serang memakan waktu 10 hari.
“Saya start rata-rata jam setengah 6 pagi, paling istirahat makan dan salat. Kalau menjelang Maghrib, berhenti karena saya harus nyari penginapan,” katanya.
Selama perjalanan, lanjutnya, ia sengaja menemui kawan-kawan lamanya untuk mengampanyekan hidup sehat dan jangan mengabaikan kesehatan. Kawan yang ia ditemui diantaranya teman semasa SD dan SMP dulu.
“Minimal dimulai dari sahabat dulu, karena memang termasuk orang terdekat kan. Karena ada temen SD yang kena stroke, temen SMP yang kegemukan, dan temen kuliah yang sudah sampai pakai kursi roda,” ujarnya.
“Intinya kita coba mengurangi global warning itu, mengurangi polusi, makanya bersepeda,” imbuhnya.
Dalam perjalanan yang ditempuhnya kurang lebih 1.200 kilometer tersebut, Nur bersyukur tak menemui kendala berarti saat dalam perjalanan, baik ban sepeda bocor atau putus rantai.
“Selama perjalanan, saya itu hanya mengandalkan peta manual meski gadget yang saya gunakan mendukung untuk menyusuri jalan dengan GPS,”ungkapnya.
”Saya biasanya pakai peta, saya garisin dulu yang terdekat, terutama Jakarta kan susah itu pak. Kalau menggunakan GPS nanti muter, seperti saya lewat di Jakarta tau-tau diarahin ke jalan tol,” kenangnya.
Beberapa kota yang ia sengaja hampiri untuk menemui sahabatnya, Nur selalu menolak jika diminta untuk bermalam. Karena ia selalu mengingat pesan dari istrinya bahwa jangan sampai merepotkan orang selama perjalanan.
“Banyak teman yang nyuruh menginap, ‘udah nginep sini aja, besok berangkat lagi’ saya selalu menolak. Saya ingat pesan istri ‘kalau kluyuran itu jangan merepotkan teman’ ya pak,” tutupnya.
Sementara itu, Andi Soko, sahabat masa kecil Nur Asyanto mengaku sangat mengapresiasi tekad sahabatnya itu demi untuk mengkampanyekan hidup sehat.
“Beliau ini adalah sahabat sekolah saya di SD Bondowoso dulu. Namun, baru dua tahin belakangan ini kami kontak-kontakan lewat handphone hingga akhirnya bertemu saat reuni di Surabaya. Justru saya baru tahu kalau Pak Nur bersepeda kemarin saat ia singgah di Bekasi,” ujarnya.
“Ini pengalaman luar biasa buat Pak Nur, karena jarak dari Nganjuk ke Cilegon itu sampai ribuan kilometer demi untuk menyampaikan hidup sehat,” kata Direktur SDM dan Umum PT Krakatau Posco itu.(ds/ab/2017)
Lihat tautan sumber berita di Sini
0 komentar:
Post a Comment