Muhlis Paeni, Ketua Lembaga Sensor Film Jakarta menyerahkan Cendramata Kepada Perwakilan Pemkot Kediri. (matakamera/dok LSF) |
Edited by Panji LS
matakamera, Kediri - Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia mengajak masyarakat melakukan sensor mandiri, terhadap tayangan film yang mengandung konten tidak mendidik.
Hal ini disampaikan dalam sosialisasi LSF di Kota Kediri, Selasa 31 Oktober 2017, yang dihadiri sejumlah sineas film, budayawan, production house, perwakilan kampus dan tokoh masyarakat, serta pelajar.
Wakil Ketua LSF Pusat Muklis Paeni mengatakan, sensor mandiri adalah satu kebijakan, mengajak masyarakat untuk menyensor atau menjadi anggota sensor film untuk keluarganya.
“Yang mana yang layak mana yang tidak untuk ditonton. Sedangkan Lembaga Sensor Film hanya menetapkan klasifikasi saja. Kesadaran mandiri seseorang akan menjadi kekuatan yang bisa melawan konten liar yang kini semakin bermnculan," ujar Muklis dalam sosialisasi yang dikemas dalam bentuk forum diskusi, di Hotel Grand Surya Kediri.
Forum yang bertajuk Koordinasi dan Kerjasama Bidang Penyensoran di Provinsi Jawa Timur sengaja memilih tema Melindungi Masyarakat dari Pengaruh Film Melalui Sensor Mandiri. Hal ini dalam rangka mengoptimalisasi peran LSF RI dalam memelihara tata nilai dan tata budaya khususnya di bidang perfilman.
Selain Muklis Paeni, hadir pula Heny Citrarasati dari LSF Jakarta serta Hendry Sucahyo, seorang budayawan yang juga mantan jurnalis di beberapa media massa.
Dijelaskan Muklis Paeni, bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfileman berisi rambu-rambu isi film untuk disesuaikan dengan klasifikasi usia sebagai target audien. Menurut UU ini, apapun yang akan tayang di media manapun harus melalui LSF. Sedangkan regulasinya berada di Kominfo. Hal itulah yang melatar belakangi kegiatan tersebut.
Adapun pemilihan Jawa Timur, khususnya Kediri, menurut Muklis, karena daerah ini memiliki banyak konten lokal yang dapat dikembangkan, sehingga menjadi kekuatan dalam rangka mereduksi tayangan berkonten negatif, seperti pornogafi, kekerasan, narkoba, maupun pelanggaran terhadap norma. Salah satu deposit konten lokal dari Kediri yang telah mendunia adalah Cerita Panji yang berasal dari Kerajaan Kediri.
Dalam rangka melakukan sensor ini, kata Muklis, Pemerintah Kota Kediri dapat merangsang pihak-pihak tertentu untuk memproduksi film dengan konten daerah yang mengandung muatan penguatan moral.
Henri Nurcahyo Budayawan asal Sidoarjo memaparkan, terkait Sensor film, diperlukan untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film dan memelihara nilai budaya, khususnya dibidang perfilman. Karena tidak semua film bisa untuk semua orang.
Ada batasan umur, budaya, agama, norma, etika, dan tentu saja batasan hukum."Kreativitas itu membutuhkn kejelian sehingga menghasilkan karya yang Apik tetapi tidak melanggar norma, "ujar Hendri.
Selain dihadiri sejumlah Pejabat Lembaga Pemerintah juga dipenuhi oleh kalangan penanggung jawab televisi lokal di ek karesidenan Kediri, para seniman, artis, Tokoh Ormas Dan Mahasiswa serta hadir pula Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Sosialisasi Sensor mandiri ini penting digalakkan agar masyarakat semakin cerdas dalam menonton film yang sehat," ujar Fauzan, Ketua Muhammadiyah Kota Kediri.
Untuk diketahui, Lembaga Sensor Film telah memiliki Perwakilan di Jawa timur sejak Juni 2017. Sebagai provinsi pertama yang memiliki perwakilan LSF, Jawa Timur dianggap paling siap dari sisi sarana dan prasarana serta produktifitas film (sinematografi) yang cukup tinggi.
Anggota LSF Jawa Timur yang terpilih dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi, antara lain adalah Muhammad Roissudin (Akademisi), Faturrahman (IT), M.Nastir (Eks Birokrasi), Anwar Hudiono (Jurnalis Senior), Lukman Hidayat (Ekobisnis),Budi Santoso (Ek.Kominfo), Adiyta (IT).(ro/ab/adv/2017)
0 komentar:
Post a Comment