graphic by matakamera.net |
matakamera, Jakarta - Nilai tukar rupiah ditutup pada posisi Rp14.156 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan pasar spot Jumat, 18 Mei 2018 kemarin. Posisi ini melemah 0,7 persen atau 98 poin dari penutupan perdagangan, Kamis 17 Mei 2018 di posisi Rp 14.058 per dolar AS.
Pelemahan rupiah merupakan yang terburuk diantara mata uang negara di kawasan Asia. Diikuti rupee India yang melemah 0,43 persen, yen Jepang minus 0,21 persen, dan baht Thailand minus 0,12 persen.
Lalu, renmimbi China minus 0,1 persen, ringgit Malaysia minus 0,08 persen, peso Filipina minus 0,05 persen, dan dolar Singapura minus 0,01 persen. Sedangkan won Korea Selatan berhasil menguat 0,32 persen dari dolar AS.
Sementara, beberapa mata uang negara maju juga terpantau menguat, seperti rubel Rusia 0,15 persen, euro Eropa 0,11 persen, dan dolar Australia 0,01 persen. Sedangkan pound sterling Inggris minus 0,09 persen dan dolar Kanada minus 0,05 persen.
Berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia (BI) atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) turut melemah 33 poin di angka Rp14.107 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.074 per dolar AS.
Adapun pelemahan rupiah ini berbanding terbalik dengan proyeksi sejumlah analis dan ekonom yang sebelumnya memperkirakan akan ada penguatan tipis setelah BI mengerek suku bunga acuannya (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps).
Gubernur BI Agus D.W Martowardojo mengatakan pelemahan rupiah terjadi karena besarnya dampak dari faktor eksternal dan internal. Dari sisi internal, Agus bilang, sentimen datang dari defisitnya neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 sebesar US$1,6 miliar.
“Kami pahami ini adalah reaksi dari pelaku usaha karena melihat sinyal ekonomi yang membaik, karena persiapan Ramadan, dan adanya tekanan,” ujar Agus di Kompleks Gedung BI.
Sementara dari eskternal, tekanan tetap berasal dari rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve hingga tiga kali sampai akhir tahun ini. “Mungkin akan menaikkan tiga kali, tapi bisa terjadi kalau AS inflasinya meningkat, bisa terjadi kenaikan Fed Fund Rate hingga empat kali,” katanya.
Kendati rupiah kembali melemah, namun Agus memastikan bahwa bank sentral nasional senantiasa ada di pasar untuk menjamin ketersediaan likuiditas.
(ds/ab/2018)
Sumber : CNN Indonesia - klik tautan link >> di Sini
0 komentar:
Post a Comment