Ahad 17 Februari 2019
Kasus guru honorer SMP PGRI Wringinanom, Gresik, yang terjadi pada tanggal 9 Februari 2019, sangat mencoreng dunia pendidikan.
Bagaimana tidak, seorang guru yang bernama Pak Khalim, viral di media sosial karena dibully oleh siswanya pada saat guru tersebut sedang mengajar. Terlihat jelas seorang siswa,tanpa rasa berdosa menantang gurunya sambil menarik kerah bajunya, karena dilarang merokok di kelas.
Ironis sekali memang, disaat pemerintah sedang fokus pada penguatan pendidikan karakter, kasus semacam itu terus saja terjadi. Kelakuannya sangat ekstrim dan tidak bermoral.
Tentu kita bertanya-tanya. Jangan-jangan ini adalah pucuk gunung es. Masih banyak kasus lain yang tidak terungkap kepermukaan.
Pernah suatu saat di sebuah SMP satu atap di Malang raya, yang notabene sekolah tersebut berada di daerah pinggiran, tetapi anak-anak desa tersebut sudah berani membully gurunya, dengan menempelkan kertas dengan berbagai tulisan olok-olokan di belakang bajunya.
Ketika bertanya kepada guru lain, ternyata setiap masuk kelas guru tersebut selalu mengalami nasib seperti itu. Bahkan murid-muridnya sering sembunyi atau pergi meninggalkan kelas seenaknya.
Ini hanyalah contoh betapa dunia pendidikan kita masih perlu penguatan dalam berbagai bidang.
Apa yang salah dengan dunia pendidikan kita?
Dalam sebuah workshop yang diadakan di sebuah Lembaga pendidikan menengah di Kota Batu, seorang instruktur pendidikan, mengatakan bahwa dengan model pembelajaran kelasikal seperti sekarang ini, seorang guru, semenjak masuk kelas dan pintu ruangannya ditutup maka sebenarnya guru tersebut mulai mengahadapi berbagai persoalan seorang diri.
Dia berada dalam ruangan yang dihuni oleh tiga puluh siswa dengan latarbelakang yang berbeda. Apapun masalah yang muncul dalam kurun waktu 2x40 menit maka itu sepenuhnya urusan guru tersebut.Sementara itu, di sisi lain dia datang ke kelas tersebut dengan membawa misi yang amat berat yaitu mendidik.
Jadi, bukan sekedar mengajarkan suatu mata pelajaran tetapi juga membentuk sikap dan keterampilan anak didiknya sebagai bekal hidupnya ketika mereka bermasyarakat.
Tetapi masalahnya tidak selalu mudah untuk dilaksanakan.Kondisi kelas tidak mudah diprediksi, suatu kelas sangat kondusif ketika diajarkan dengan metode dan media tertentu.tetapi belum tentu cocok untuk siswa kelas yang lainnya. Pada kondisi semacam inilah,seorang guru harus pandai mengelola kelas.
Dia harus kreatif dan inovatif sehingga pembelajarannya menjadi menarik. tetapi ketika guru tersebut datang ke kelas dengan persiapan seadanya, maka hal-hal negatif sangat mungkin terjadi.
Bagaimana tidak, ketika pelajaran baru mulai,dan guru tersebut tidak bisa menguasai kelasnya, maka sebenarnya Sang guru tersebut mulai dirundung kesepian. Berbagai persoalan datang bertubi-tubi.Kelas bukannya ramai karena mengerjakan tugas, tetapi murid asyik dengan aktivitas sendiri.
Guru berteriak bagaikan mandor yang mengawasi perkebunan yang luas. Memang tidak mudah tidak mudah melaksankan tugas sebagai guru. karena yang dihadapi adalah manusia yang secara usia masih sangat labil.masih mencari jati dirinya. Sekuat apapun mentalnya, jika tidak dibarengi dengan peningkatan kompetensi pedagogiknya maka tugas guru sebagai pendidik akan menjadi sangat berat.
Membangun suasana agar kelas menarik, kondusif bukanlah pekerjaan yang mudah,tetapi memerlukan soft skill pendidikan yang baik sesuai dengan perkembangan zamannya.jika tidak maka tujuan pendidikan tidak akan tercapai.
Lihat saja, ketika Sang guru masuk kelas,dia harus mengatur kelasnya, mengelola proses pembelajaran dan membangun komunikasi multi arah siswanya.
Namun apa yang sering terjadi, pembelajaran yang sudah dirancang dengan susah payah ternyata kalah menarik jika dibandingkan dengan dunia nyata dan dunia maya yang diakrabi anak-anak selama ini. Akhirnya kelas itu menjadi selalu penuh masalah. Sehingga Sang guru bak rambo, seorang diri bertempur menghadapi segala rintangan dan persoalan yang muncul tak terkendalikan.
jika Sang guru tersebut kalah maka selamanya akan menjadi beban mental tiap memasuki kelas tersebut.
Inilah benang kusut pendidikan yang harus kita uraikan dengan cara mencari akar permasalahannya.
Tentu kita sepakat, bahwa pesatnya perkembangan teknologi, mengharuskan para guru untuk menyesuaikan diri dalam banyak hal. Misalnya, tidak bisa lagi guru hanya mengandalkan modal ilmunya saja. Menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan harus juga menjadi pertimbangan yang sangat penting. Kalau dulu yang dinamakan kelas itu adalah ruangan bertembok, maka saat ini konsep tersebut harus dibuang jauh-jauh.karena yang namanya kelas adalah tempat terjadinya proses belajar dan itu dimanapun bisa terjadi. Bisa siswa itu di bawah ke dunia nyata dan dunia nyata bisa dibawa ke kelas.
Sudah saatnya semua itu menjadi bahan pertimbangan utama dalam manajemen sekolah jika memang menginginkan dunia pendidikan tidak semakin ketinggalan zaman. Karena tidak menutup kemungkinan, suatu saat peran guru semakin bergerus oleh kecanggihan teknologi.
Dari tiga tugas mulia guru yaitu membentuk sikap,pengetahuan dan keterampilan, yang tersisa tinggal peran guru sebagai pembentuk sikap,.yaitu proses pendewasaan siswa secara emosional dan spritual sebagai bekal hidup ketika siswa tersebut hidup bermasyarakat. hanya itu,sedangkan dua kompetensi lain diambil alih oleh teknologi,semoga para guru tidak semakin kesepian ketika berada di.kelas.Wallahu'alan bissawab.
*Penulis adalah pemerhati dunia pendidikan, tinggal di Kota Batu, Jawa Timur
Oleh : Rosihan*
Kasus guru honorer SMP PGRI Wringinanom, Gresik, yang terjadi pada tanggal 9 Februari 2019, sangat mencoreng dunia pendidikan.
Bagaimana tidak, seorang guru yang bernama Pak Khalim, viral di media sosial karena dibully oleh siswanya pada saat guru tersebut sedang mengajar. Terlihat jelas seorang siswa,tanpa rasa berdosa menantang gurunya sambil menarik kerah bajunya, karena dilarang merokok di kelas.
Ironis sekali memang, disaat pemerintah sedang fokus pada penguatan pendidikan karakter, kasus semacam itu terus saja terjadi. Kelakuannya sangat ekstrim dan tidak bermoral.
Tentu kita bertanya-tanya. Jangan-jangan ini adalah pucuk gunung es. Masih banyak kasus lain yang tidak terungkap kepermukaan.
Pernah suatu saat di sebuah SMP satu atap di Malang raya, yang notabene sekolah tersebut berada di daerah pinggiran, tetapi anak-anak desa tersebut sudah berani membully gurunya, dengan menempelkan kertas dengan berbagai tulisan olok-olokan di belakang bajunya.
Ketika bertanya kepada guru lain, ternyata setiap masuk kelas guru tersebut selalu mengalami nasib seperti itu. Bahkan murid-muridnya sering sembunyi atau pergi meninggalkan kelas seenaknya.
Ini hanyalah contoh betapa dunia pendidikan kita masih perlu penguatan dalam berbagai bidang.
Apa yang salah dengan dunia pendidikan kita?
Dalam sebuah workshop yang diadakan di sebuah Lembaga pendidikan menengah di Kota Batu, seorang instruktur pendidikan, mengatakan bahwa dengan model pembelajaran kelasikal seperti sekarang ini, seorang guru, semenjak masuk kelas dan pintu ruangannya ditutup maka sebenarnya guru tersebut mulai mengahadapi berbagai persoalan seorang diri.
Dia berada dalam ruangan yang dihuni oleh tiga puluh siswa dengan latarbelakang yang berbeda. Apapun masalah yang muncul dalam kurun waktu 2x40 menit maka itu sepenuhnya urusan guru tersebut.Sementara itu, di sisi lain dia datang ke kelas tersebut dengan membawa misi yang amat berat yaitu mendidik.
Jadi, bukan sekedar mengajarkan suatu mata pelajaran tetapi juga membentuk sikap dan keterampilan anak didiknya sebagai bekal hidupnya ketika mereka bermasyarakat.
Tetapi masalahnya tidak selalu mudah untuk dilaksanakan.Kondisi kelas tidak mudah diprediksi, suatu kelas sangat kondusif ketika diajarkan dengan metode dan media tertentu.tetapi belum tentu cocok untuk siswa kelas yang lainnya. Pada kondisi semacam inilah,seorang guru harus pandai mengelola kelas.
Dia harus kreatif dan inovatif sehingga pembelajarannya menjadi menarik. tetapi ketika guru tersebut datang ke kelas dengan persiapan seadanya, maka hal-hal negatif sangat mungkin terjadi.
Bagaimana tidak, ketika pelajaran baru mulai,dan guru tersebut tidak bisa menguasai kelasnya, maka sebenarnya Sang guru tersebut mulai dirundung kesepian. Berbagai persoalan datang bertubi-tubi.Kelas bukannya ramai karena mengerjakan tugas, tetapi murid asyik dengan aktivitas sendiri.
Guru berteriak bagaikan mandor yang mengawasi perkebunan yang luas. Memang tidak mudah tidak mudah melaksankan tugas sebagai guru. karena yang dihadapi adalah manusia yang secara usia masih sangat labil.masih mencari jati dirinya. Sekuat apapun mentalnya, jika tidak dibarengi dengan peningkatan kompetensi pedagogiknya maka tugas guru sebagai pendidik akan menjadi sangat berat.
Membangun suasana agar kelas menarik, kondusif bukanlah pekerjaan yang mudah,tetapi memerlukan soft skill pendidikan yang baik sesuai dengan perkembangan zamannya.jika tidak maka tujuan pendidikan tidak akan tercapai.
Lihat saja, ketika Sang guru masuk kelas,dia harus mengatur kelasnya, mengelola proses pembelajaran dan membangun komunikasi multi arah siswanya.
Namun apa yang sering terjadi, pembelajaran yang sudah dirancang dengan susah payah ternyata kalah menarik jika dibandingkan dengan dunia nyata dan dunia maya yang diakrabi anak-anak selama ini. Akhirnya kelas itu menjadi selalu penuh masalah. Sehingga Sang guru bak rambo, seorang diri bertempur menghadapi segala rintangan dan persoalan yang muncul tak terkendalikan.
jika Sang guru tersebut kalah maka selamanya akan menjadi beban mental tiap memasuki kelas tersebut.
Inilah benang kusut pendidikan yang harus kita uraikan dengan cara mencari akar permasalahannya.
Tentu kita sepakat, bahwa pesatnya perkembangan teknologi, mengharuskan para guru untuk menyesuaikan diri dalam banyak hal. Misalnya, tidak bisa lagi guru hanya mengandalkan modal ilmunya saja. Menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan harus juga menjadi pertimbangan yang sangat penting. Kalau dulu yang dinamakan kelas itu adalah ruangan bertembok, maka saat ini konsep tersebut harus dibuang jauh-jauh.karena yang namanya kelas adalah tempat terjadinya proses belajar dan itu dimanapun bisa terjadi. Bisa siswa itu di bawah ke dunia nyata dan dunia nyata bisa dibawa ke kelas.
Sudah saatnya semua itu menjadi bahan pertimbangan utama dalam manajemen sekolah jika memang menginginkan dunia pendidikan tidak semakin ketinggalan zaman. Karena tidak menutup kemungkinan, suatu saat peran guru semakin bergerus oleh kecanggihan teknologi.
Dari tiga tugas mulia guru yaitu membentuk sikap,pengetahuan dan keterampilan, yang tersisa tinggal peran guru sebagai pembentuk sikap,.yaitu proses pendewasaan siswa secara emosional dan spritual sebagai bekal hidup ketika siswa tersebut hidup bermasyarakat. hanya itu,sedangkan dua kompetensi lain diambil alih oleh teknologi,semoga para guru tidak semakin kesepian ketika berada di.kelas.Wallahu'alan bissawab.
*Penulis adalah pemerhati dunia pendidikan, tinggal di Kota Batu, Jawa Timur
0 komentar:
Post a Comment