Gubernur Khofifah di acara International Conference on Da’wa & Communication (ICON-DAC) 2019 di Ruang Amphiteater Lt. 2 Gedung Twin Towers UINSA, Selasa (24/9) |
Selasa 24 September 2019
by Panji LS
matakamera, Surabaya - Adaptasi metode dakwah sangat dibutuhkan di era post truth dan era disrupsi seperti saat ini. Di tengah dinamika masyarakat di dua era ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta kepada Universitas Islam Negeri Surabaya (UINSA) Surabaya khususnya Fakultas Dakwah untuk berinovasi dalam hal metode dakwah.
Format dakwah Islam yang efektif dan mengena ke masyarakat sesuai perkembangan zaman dan kemajaun teknologi menjadi kunci agar penyampaikan nilai-nilai Islam tetap dapat tersampaikan.
Sebagaimana diketahui di era post truth atau era pasca kebenaran, hoaks menjadi lebih dominan dan mudah dipercaya oleh masyarakat. Hal ini menjadi momok yang dapat berpotensi memecah belah persatuan dan persaudaraan bangsa.
Begitu juga era disrupsi. Memasuki era ini masyarakat banyak yang menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya. Hal ini memicu adanya pencabutan nilai-nilai dari akarnya.
Di katakan perempuan yang juga mantan Menteri Sosial RI dan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini, saat ini yang butuh dilakukan adalah penguatan dakwah dengan teknologi informasi.
Media sosial yang sudah bergeser menjadi media mainstream bisa menjadi sarana efektif sebagai penyampai pesan keagamaan, kehidupan kemanusiaan dan berbagai literasi lainnya. Baik literasi baca, tulis, numerasi, sains, finansial, digital maupun literasi budaya dan kewarganegaran.
"Juru dakwah diharapkan bisa menjadi influencer berperilaku baik di masyarakat, lebih produktif, lebih santun dan sebagainya. Jika hari ini media meanstream adalah sosial media, maka penggunaan media sosial harus dicoba demi efektifitas sebuah dakwah," ujar Khofifah saat menghadiri International Conference on Da’wa & Communication (ICON-DAC) 2019 di Ruang Amphiteater Lt. 2 Gedung Twin Towers UINSA, Selasa (24/9).
Maka, menghadapi kedua era ini, perguruan tinggi dikatakan Khofifah harus bekerja keras untuk menemukan format yang efektif dalam dakwah. Agar dakwah Islam tetap berjalan di atas rel kebenaran, kejujuran dan kesejukan. Salah satunya menekan masyarakat agar tidak menyebarkan berita bohong atau hoaks.
"Itulah sebetulnya yang sangat kita butuhkan dari peran Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Surabaya. Terus melakukan penelitian, mencari teori baru, rumus baru bagi dakwah yang efektif di era post truth dan disrupsi seperti saat ini," ungkap wanita yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU ini.
Ia optimistis dengan pengelolaan media sosial yang baik oleh juru dakwah, maka pengguna media sosial juga akan dapat menyerap informasi yang coba disebarkan dan ditanamkan. Hal ini juga menjadi inovasi format untuk mengefektifkan dakwah bil IT atau dakwah melalui sarana teknologi informasi.
"Mungkin awalnya mereka yang follower juru dakwah ini adalah follower biasa. Namun jika akun juru dakwah ini dikelola dengan baik dan terus menerus mengajak kebaikan, maka akan bisa mengajak followernya untuk bisa mengikuti kegiatan strategis dari para juru dakwah tersebut," imbuhnya.
Dalam konferensi ini juga hadir pembicara utama yang memiliki reputasi internasional dari dalam dan luar negeri antara lan Syaikh. Dr. Muhammad Husayni Farg Sayyid Ahmad (Universitas al-Azhar, Mesir), Prof. Nadirsyah Hosen, MA. Ph. D (Monash University, Austalia), Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si (Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya), Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag (Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi). Lalu, Prof. M. Reevany Bustami, MA., P.hD (University Sains Malaysia), Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, S. IP., M.Si (Director of Center for Southeast Asian Social Studies, Gadjah Mada University). (Humas Pemprov Jatim).
0 komentar:
Post a Comment