Supinah, 65, Warga Desa Ketawang, Kecamatan Gondang menunjukkan perbandingan bentuk beras bansos dengan beras standar konsumsi warga desa setempat (foto : ist) |
by Panji Lanang Satriadin
Mutu Beras Jelek, Diduga Jauh di Bawah Harga Standar
matakamera, Nganjuk - Masyarakat terdampak pandemi Covid-19 atau Corona di Kabupaten Nganjuk banyak menerima paket bantuan sosial. Bentuknya uang tunai hingga paket sembako.
Salah satunya, adalah paket bantuan beras untuk 26.464 orang penerima, masing-masing 20 kilogram per bulan, selama 9 bulan. Namun sayang, proyek sosial yang bersumber dari uang rakyat tersebut diduga dikotori oleh praktik korupsi.
Hal ini berawal dari temuan di lapangan bahwa kualitas beras bantuan sosial tersebut jelek. Beras yang dipasok oleh belasan BUMdes di Kabupaten Nganjuk tersebut dinilai tak sesuai dengan standar yang ditentukan.
Proyek tersebut merupakan konversi dari paket bantuan Rp 200 ribu per orang. Jika diwujudkan beras 20 kilogram, maka seharusnya warga menerima beras kualitas unggul seharga Rp 10 ribu per kilogram.
Edy Santoso, Ketua Komisi IV DPRD Nganjuk yang baru-baru ini melakukan pengecekan langsung di tiga desa mengatakan, bansos beras yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kabupaten Nganjuk itu memang kualitasnya tidak layak diberikan pada masyarakat.
"Kalau beras bansos kualitasnya seperti ini, saya rasa ada yang bermain di balik ini. Saya menduga ada oknum yang mencari kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, di tengah kesusahan masyarakat terdampak Covid-19," ujar Edy Santoso, kepada wartawan Kamis, 28 Mei 2020.
Pantauan matakamera.net di salah satu lokasi penerima bantuan, yakni di Desa Ketawang, Kecamatan Gondang, pada Jumat 29 Mei 2020, bentuk fisik beras bantuan tersebut tampak pecah-pecah, dan bercampur sekam.
Ketika dibandingkan dengan beras yang biasa dikonsumsi warga setempat tampak kontras. Ini karena beras bansos tersebut berwarna gelap atau buram dan kotor, sementara beras pembandingnya yang seharga Rp 8.500 per kilogram, tampak lebih putih dan bersih.
Mutu Beras Jelek, Diduga Jauh di Bawah Harga Standar
matakamera, Nganjuk - Masyarakat terdampak pandemi Covid-19 atau Corona di Kabupaten Nganjuk banyak menerima paket bantuan sosial. Bentuknya uang tunai hingga paket sembako.
Salah satunya, adalah paket bantuan beras untuk 26.464 orang penerima, masing-masing 20 kilogram per bulan, selama 9 bulan. Namun sayang, proyek sosial yang bersumber dari uang rakyat tersebut diduga dikotori oleh praktik korupsi.
Hal ini berawal dari temuan di lapangan bahwa kualitas beras bantuan sosial tersebut jelek. Beras yang dipasok oleh belasan BUMdes di Kabupaten Nganjuk tersebut dinilai tak sesuai dengan standar yang ditentukan.
Sebelah kiri adalah sampel beras bansos, dibandingkan dengan beras standar warga sehari-hari |
Edy Santoso, Ketua Komisi IV DPRD Nganjuk yang baru-baru ini melakukan pengecekan langsung di tiga desa mengatakan, bansos beras yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kabupaten Nganjuk itu memang kualitasnya tidak layak diberikan pada masyarakat.
"Kalau beras bansos kualitasnya seperti ini, saya rasa ada yang bermain di balik ini. Saya menduga ada oknum yang mencari kesempatan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, di tengah kesusahan masyarakat terdampak Covid-19," ujar Edy Santoso, kepada wartawan Kamis, 28 Mei 2020.
Pantauan matakamera.net di salah satu lokasi penerima bantuan, yakni di Desa Ketawang, Kecamatan Gondang, pada Jumat 29 Mei 2020, bentuk fisik beras bantuan tersebut tampak pecah-pecah, dan bercampur sekam.
Ketika dibandingkan dengan beras yang biasa dikonsumsi warga setempat tampak kontras. Ini karena beras bansos tersebut berwarna gelap atau buram dan kotor, sementara beras pembandingnya yang seharga Rp 8.500 per kilogram, tampak lebih putih dan bersih.
"Katanya yang saya dengar, (beras bansos) harganya 10 ribu (rupiah) per kilo, tapi saya sangsi (tidak yakin)," ujar Supinah, 65, salah satu warga Desa Ketawang penerima bansos beras.
Gundi Sintara, praktisi hukum di Kabupaten Nganjuk berpendapat, kejadian beras bansos bermasalah tersebut, dinilainya sudah bisa masuk perkara tindak pidana korupsi (tipikor).
Karenanya, ia mendorong DPRD Nganjuk untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) bansos Covid-19.
"Kalau sudah terbukti ada temuan kualitas beras tidak sesuai standar, berarti ada penyimpangan yang terindikasi kuat ada unsur tipikor. Kasus seperti ini sudah sering terjadi berulang-ulang," ujar Gundi.
Gundi Sintara, praktisi hukum di Kabupaten Nganjuk berpendapat, kejadian beras bansos bermasalah tersebut, dinilainya sudah bisa masuk perkara tindak pidana korupsi (tipikor).
Karenanya, ia mendorong DPRD Nganjuk untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) bansos Covid-19.
"Kalau sudah terbukti ada temuan kualitas beras tidak sesuai standar, berarti ada penyimpangan yang terindikasi kuat ada unsur tipikor. Kasus seperti ini sudah sering terjadi berulang-ulang," ujar Gundi.
Saat ini beredar informasi, sejumlah BUMDes penyedia beras bansos buru-buru mengganti beras lama dengan yang baru, setelah menerima keluhan dari warga. Menurut Gundi, tidak fair jika beras kualitas jelek tersebut hanya diganti lalu jadi beres perkara.
"Ibarat maling ketangkap terus disuruh kembaliin barang bukti. Tidak begitu. Harus diusut tuntas dan diproses secara hukum. Karena ini modus yang sudah disengaja untuk mencari keuntungan di tengah bencana pandemik," imbuhnya.
Nafhan Thohawi, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kadinsos PPPA) Kabupaten Nganjuk, pada Kamis 28 Mei 2020 mengatakan, dalam rakor sudah disepakati beras yang kualitasnya jelek untuk diganti.
Adapun alasan mengapa pengadaan beras bansos pihaknya menggandeng BUMDes, disebut Nafhan agar perputaran uang tidak keluar dari Kabupaten Nganjuk.
"Kesalahan pasti ada tapi harus diminimalisir. Seperti yang terjadi di tiga desa jangan sampai terulang lagi. Dan untuk beras temuan dari anggota DPRD, sesungguhnya bukan tidak layak konsumsi, cuma hasil penyelepannya yang kurang maksimal," ucapnya.
Sementara itu, selain dari APBD Pemkab Nganjuk, di waktu yang sama warga juga menerima paket bantuan beras dari Pemprov Jatim, masing-masing 20 kilogram per bulan.
Namun ada yang tidak lazim. Berdasarkan pantauan di salah satu desa penerima, tepatnya di Desa Ketawang, Kecamatan Gondang, pada karung kemasan beras bansos dari Pemprov Jatim tersebut, juga terdapat logo Nyawiji dan logo Pemkab Nganjuk.
0 komentar:
Post a Comment