Seorang warga Desa Ketawang, Kecamatan Gondang, Nganjuk, memeriksa beras bansos dari Pemkab Nganjuk, Jumat 29 Mei 2020 (foto : ist) |
by Panji LS
matakamera, Nganjuk - Temuan penyimpangan mutu beras bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kabupaten Nganjuk terus disorot. Bahkan, aparat penegak hukum diminta segera turun tangan.
Hal ini seperti disampaikan Wahyu Prijo Djatmiko, praktisi hukum di Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan (LKHP). Menurutnya, kasus bantuan sembako beras yang jauh di bawah kualitas itu sudah terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
Wahyu menilai ada potensi jumlah kerugian negara yang besar, berdasarkan perhitungan jumlah masyarakat penerima bansos sebanyak 26.464 orang, dikalikan 20 kilogram beras (jatah per kepala), lalu dikalikan sembilan bulan (periode pembagian bansos).
"Taruhlah selisih harga medium terhadap premium, misalnya Rp 1.000, maka akan didapat potensi jumlah kerugian negara yang tidak sedikit. Juga dipandang sangat keterlaluan merekapara koruptor merugikan masyarakat di tengah adanya dampak ekonomi yang serius akibat pandemi global," ujar Wahyu.
Terkait hal itu pula, ia berharap aparat hukum, baik itu kepolisian maupun kejaksaan, untuk mengambil langkah proaktif mengusut tuntas kasus tersebut.
"Diharapkan elemen masyarakat yang lain seperti LSM , media dan DPRD ikut mendorong aparat hukum terkait, agar segera memeriksa para pihak yang terkait dengan pengadaan bantuan sembako dari negara ini," cetus Wahyu.
Ia merasa sangat yakin, bahwa praktik curang pada proyek bansos beras dilakukan dengan berjamaah. Artinya banyak pihak terlibat, sebagaimana lazimnya korupsi sering dilakukan.
Selain itu, Wahyu juga menyoroti penyertaan logo Pemkab Nganjuk dan semboyan Nyawiji pada karung kemasan beras bansos.
"Itu juga perlu dicermati, karena mungkin ada motivasi-motivasi politis yang tidak tepat dalam penyaluran program negara ini," pungkasnya.
Untuk diketahui, paket bantuan beras untuk warga terdampak Covid-19 tersebut menggunakan sumber dana dari APBD Kabupaten Nganjuk. Paket beras sebanyak 20 kilogram per kepala tersebut merupakan konversi dari bantuan tunai sebesar Rp 200 ribu.
Dengan kata lain, idealnya penerima bantuan menerima beras kualitas premium setara harga Rp 10 ribu per kilogram. Namun dari temuan sejumlah pihak di lapangan, kualitas beras bansos tersebut ternyata jauh di bawah standar.
matakamera, Nganjuk - Temuan penyimpangan mutu beras bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kabupaten Nganjuk terus disorot. Bahkan, aparat penegak hukum diminta segera turun tangan.
Hal ini seperti disampaikan Wahyu Prijo Djatmiko, praktisi hukum di Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan (LKHP). Menurutnya, kasus bantuan sembako beras yang jauh di bawah kualitas itu sudah terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
Wahyu menilai ada potensi jumlah kerugian negara yang besar, berdasarkan perhitungan jumlah masyarakat penerima bansos sebanyak 26.464 orang, dikalikan 20 kilogram beras (jatah per kepala), lalu dikalikan sembilan bulan (periode pembagian bansos).
"Taruhlah selisih harga medium terhadap premium, misalnya Rp 1.000, maka akan didapat potensi jumlah kerugian negara yang tidak sedikit. Juga dipandang sangat keterlaluan merekapara koruptor merugikan masyarakat di tengah adanya dampak ekonomi yang serius akibat pandemi global," ujar Wahyu.
DR Wahyu Prijo Djatmiko, praktisi hukum dan aktivis LHKP |
"Diharapkan elemen masyarakat yang lain seperti LSM , media dan DPRD ikut mendorong aparat hukum terkait, agar segera memeriksa para pihak yang terkait dengan pengadaan bantuan sembako dari negara ini," cetus Wahyu.
Ia merasa sangat yakin, bahwa praktik curang pada proyek bansos beras dilakukan dengan berjamaah. Artinya banyak pihak terlibat, sebagaimana lazimnya korupsi sering dilakukan.
Selain itu, Wahyu juga menyoroti penyertaan logo Pemkab Nganjuk dan semboyan Nyawiji pada karung kemasan beras bansos.
"Itu juga perlu dicermati, karena mungkin ada motivasi-motivasi politis yang tidak tepat dalam penyaluran program negara ini," pungkasnya.
Untuk diketahui, paket bantuan beras untuk warga terdampak Covid-19 tersebut menggunakan sumber dana dari APBD Kabupaten Nganjuk. Paket beras sebanyak 20 kilogram per kepala tersebut merupakan konversi dari bantuan tunai sebesar Rp 200 ribu.
Dengan kata lain, idealnya penerima bantuan menerima beras kualitas premium setara harga Rp 10 ribu per kilogram. Namun dari temuan sejumlah pihak di lapangan, kualitas beras bansos tersebut ternyata jauh di bawah standar.
0 komentar:
Post a Comment