Paket bantuan beras bansos dari Pemkab Nganjuk dibagikan kepada 26.464 warga penerima. Per orang dapat 20 kilogram, selama sembilan bulan di masa pandemi Covid-19 ini (matakamera.net) |
by Panji Lanang Satriadin
matakamera, Nganjuk - Temuan kualitas buruk beras bantuan sosial (bansos) untuk warga terdampak Covid-19 di Kabupaten Nganjuk, terus menuai polemik.
Di satu sisi, sejumlah kalangan mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan. Mereka meyakini, ada perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi, dari proyek bansos yang didanai APBD Kabupaten Nganjuk tersebut.
Ini seperti dikatakan Wahyu Prijo Djatmiko, praktisi hukum dari Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan (LKHP), beberapa waktu lalu. Ia mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan mengusut.
Menurutnya, terdapat potensi jumlah kerugian negara yang besar dari perkara ini. Yakni, berdasarkan perhitungan jumlah masyarakat penerima bansos sebanyak 26.464 orang, dikalikan 20 kilogram beras (jatah per kepala), lalu dikalikan sembilan bulan (periode pembagian bansos).
matakamera, Nganjuk - Temuan kualitas buruk beras bantuan sosial (bansos) untuk warga terdampak Covid-19 di Kabupaten Nganjuk, terus menuai polemik.
Di satu sisi, sejumlah kalangan mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan. Mereka meyakini, ada perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi, dari proyek bansos yang didanai APBD Kabupaten Nganjuk tersebut.
Ini seperti dikatakan Wahyu Prijo Djatmiko, praktisi hukum dari Lembaga Kajian Hukum dan Perburuhan (LKHP), beberapa waktu lalu. Ia mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan mengusut.
Menurutnya, terdapat potensi jumlah kerugian negara yang besar dari perkara ini. Yakni, berdasarkan perhitungan jumlah masyarakat penerima bansos sebanyak 26.464 orang, dikalikan 20 kilogram beras (jatah per kepala), lalu dikalikan sembilan bulan (periode pembagian bansos).
Paket beras tersebut merupakan konversi dari bantuan tunai Rp 200 ribu per kepala. Artinya, masyarakat seharusnya menerima beras dengan kualitas baik, setara harga Rp 10 ribu per kilogram.
"Taruhlah selisih harga medium terhadap premium, misalnya Rp 1.000, maka akan didapat potensi jumlah kerugian negara yang tidak sedikit. Juga dipandang sangat keterlaluan mereka para koruptor merugikan masyarakat di tengah adanya dampak ekonomi yang serius akibat pandemi global," ujar Wahyu.
Pendapat senada disampaikan Gundi Sintara, praktisi hukum dan mantan anggota DPRD Nganjuk. Menurutnya, jika sudah terbukti ada temuan kualitas beras tidak sesuai standar, berarti ada penyimpangan. Ada indikasi kuat unsur tindak pidana korupsi.
Menurut Gundi, tidak fair jika beras kualitas jelek tersebut hanya diganti lalu beres perkara.
"Ibarat maling ketangkap terus disuruh kembaliin barang bukti. Tidak begitu. Harus diusut tuntas dan diproses secara hukum. Karena ini modus yang sudah disengaja untuk mencari keuntungan di tengah bencana pandemik," imbuhnya.
Di sisi lain, ada pendapat bahwa masalah tersebut cukup diselesaikan dengan cara diganti beras baru. Ini bahkan disampaikan langsung oleh Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat.
Dalam sesi wawancara dengan wartawan, usai rapat bersama DPRD Nganjuk, Kamis 5 Juni 2020, Novi tak menampik temuan mutu beras bansos Covid-19 yang tidak sesuai standar.
"Saya tadi juga sudah sampaikan ke teman-teman (DPRD), bahwa dari sekian banyak beras yang dibagikan, pasti ada satu dua yang kurang sesuai spek. Itu sudah saya minta diganti. Penyedia, BUMDes, yang bekerjasama dengan pemerintah sudah langsung mengganti. Siapa yang tidak sesuai berasnya, langsung diganti," ujar Novi.
Ia juga mengaku sudah memberi peringatan kepada BUMDes yang menangani, agar masalah seperti ini tidak terjadi lagi di Kabupaten Nganjuk.
"Kalau sampai terulang, akan ada punishment (sanksi). Sampai kepada pemutusan kontrak. Karena ini demi menjaga nama baik pemerintah Kabupaten Nganjuk," imbuh Novi.
Lebih lanjut, Novi juga mengungkapkan penyebab mengapa beras bansos yang diterima masyarakat bisa bermutu jelek. Menurutnya, antara lain karena ada penyedia yang menggunakan stok gabah lama, sehingga penyelepannya kurang maksimal.
"Ada juga packaging-nya yang boros. Selain itu, ini kan juga pas musim hujan. Kalau hujan hasil berasnya jadi kurang maksimal," ungkapnya. Selebihnya, Novi mengaku akan lebih memperketat pengawasan agar kejadian serupa bisa dicegah. (*)
Mau nonton video-video menarik dan unik? Tonton channel Youtube MATAKAMERA PRODUCTION ( KLIK DI SINI) Jangan lupa tekan tombol like dan subscribe-nya
0 komentar:
Post a Comment