Salah satu relawan Komunitas Senopati Rescue Kabupaten Nganjuk bersiap-siap dengan sepeda 'tempur'-nya, untuk mengkampanyekan 3 M kepada masyarakat/Panji-matakamera.net |
Oleh : Panji Lanang Satriadin - matakamera.net
Siang itu, selompok pengayuh sepeda angin tengah menempuh perjalanan dari kampung ke kampung di wilayah Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk. Dari penampilannya mudah ditandai, karena sama-sama mengenakan kemeja seragam hitam-oranye.
Sebagian menaiki sepeda gowes model klasik, yang biasa disebut sepeda onthel. Sebagian lagi mengendarai sepeda motor. Di jok belakang, terpasang alat pengeras suara dan accu sebagai sumber listriknya.
Sayup-sayup di sepanjang perjalanan, terdengar alunan musik campursari dari pengeras suara tersebut. Lalu, terdengar suara ajakan atau imbauan dalam Bahasa Jawa, untuk warga agar tertib memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Puji Yohana, 45, koordinator dari kelompok tersebut, dengan sepeda gowes antiknya tampak memimpin di depan. Mereka menamakan diri Relawan Senopati Rescue.
Mereka sengaja memilih sepeda angin dan motor, diiringi musik campursari sebagai sarana sosialisasi, karena dinilai lebih efektif.
“Orang-orang jadi tertarik melihat dan mendengar, jadi lebih sampai pesannya,” ujar Puji, ketika diwawancarai Jumat 25 Oktober 2020.
Jarak yang ditempuh pun cukup jauh, mencapai 25 kilometer (km). Kegiatan itu secara rutin dilakun Puji dan kawan-kawannya, sejak awal merebaknya pandemi Covid-19 sekitar Bulan Maret 2020 lalu. “Kami terus berkeliling secara rutin. Tapi dengan wilayah yang berbeda-beda,” ujar Puji.
Pria asal Desa Sombron, Kecamatan Loceret, Nganjuk itu pun memodifikasi sendiri sepeda 'tempur'-nya untuk keperluan sosialisasi tersebut. Antara lain menyiapkan rekaman suara yang disiarkan menggunakan pengeras suara di jok belakang. “Kalau ngomong langsung ya capek,” selorohnya.
Sunyoto, 50, salah satu rekan sekomunitas Puji, menyebut isi rekaman suara sengaja dibuat sendiri. Begitu pula dengan proses merekam isi sosialisasi. “Itu suara asli rekam sendiri. Kami minta tolong kepada teman radio yang sudah terbiasa mengisi suara,” ujarnya.
Rekaman berisikan pesan dan imbauan terkait pencegahan virus Corona alias Covid-19, dengan gaya bahasa yang mudah difahami oleh masyarakat. Rekaman biasanya menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Hal itu dilakukan dengan harapan semua orang paham dengan isi sosialisasi. “Jadi, yang orang desa juga paham kalau rekamannya menggunakan bahasa Jawa,” ujar Sunyoto.
Alat pengeras suara sengaja mengambil daya listrik dari aki. Mereka pun merakitnya sendiri. Begitu pula dengan biaya. Mereka patungan untuk membeli alat dan merakitnya. Semuanya dilakukan secara sukarela.
Mereka bukan anggota TNI, polisi atau Satpol PP. Bukan pula Satuan Tugas Penanggulangan Covid-19 milik pemerintah. Puji Yohana dan kawan-kawannya hanyalah masyarakat sipil biasa.
Namun, apa yang mereka lakukan tidak kalah dengan para abdi negara yang memang sudah digaji. Puji dkk telah membuktikan bahwa berbagi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tidak melulu soal uang dan barang. Melainkan, yang utama adalah niat dan tekad yang bulat.
Tujuan mereka hanya dua. Pertama, agar masyarakat khususnya di Kabupaten Nganjuk semakin memiliki kesadaran untuk berdisiplin menerapkan protokol kesehatan. Kedua, dengan langkah kecil seperti itu, mereka berharap bisa membantu pemerintah dalam upaya menekan laju penyebaran Covid-19.
0 komentar:
Post a Comment