Gambar ilustrasi |
Hamid Efendi, aktivis LKHPI Nganjuk yang melakukan investigasi atas kasus tersebut mengatakan, proyek irigasi bernilai Rp 195 juta per desa. Tahun 2020 ini, ada empat desa di Kecamatan Patianrowo yang mendapatkan bantuan program tersebut
"Setiap proyek diminta upeti 20 persen, nilainya sekitar Rp 39 juta," ujar Hamid.
Menurut Hamid, modus permintaan upeti anggaran proyek itu dilakukan oleh oknum parpol biru, dengan dalih jasa broker. Yakni, bahwa pihak HIPPA dan desa bisa mendapatkan proyek tersebut karena telah dikawal dan diturunkan oleh pihak parpol dari pusat sampai ke desa.
“Per lokasi diminta Rp 39 juta. Tinggal dihitung saja berapa yang didapat dari semua lokasi proyek. Di situlah muncul kerugian negara, sehingga aparat penegak hukum bisa turun tangan,” ujar Hamid. Sebelumnya, Hamid juga telah menemukan data modu serupa di kecamatan lain, seperti di Bagor, Prambon dan Tanjunganom.
Seorang perangkat Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo, sebagai salah satu penerima program irigasi, mengakui modus minta jatah yang dilakukan oknum parpol bernama AS.
“(Oknum parpol) minta dana setelah cair di bendahara desa, karena anggaran kan langsung ditransfer dari pusat ke rekening Desa,” ujar si perangkat desa yang minta namanya dirahasiakan.
Ketika dikonfirmasi wartawan, oknum parpol AS dari parpol berlogo biru tidak mengakui telah melakukan praktik pungutan liar atau minta upeti. Ia hanya mengaku menyuplai material yang ada di lokasi proyek HIPPA di Patianrowo.
Reporter : Panji LS
0 komentar:
Post a Comment