Gubernur Khofifah saat melihat produk yang dipamerkan di stan FESyar Regional Jawa, Atrium Tunjungan Plaza Surabaya, Senin (27/9) |
matakamera, SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendorong penguatan Halal Value Chain (HVC) melalui transformasi digital, serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah.
Menurut Khofifah, perkembangan ekosistem ekonomi
syariah di Pulau Jawa memiliki peran esensial dalam perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir saja, kata dia, posisi
Indonesia dalam ekonomi syariah global terus meningkat dan masuk dalam Top 10
seluruh sektor industri halal.
“Selain penguatan halal value chain, kami juga terus
mendorong adanya penguatan pembiayaan ekonomi syariah, penguatan dan
pemberdayaan UMKM syariahdan ekonomi pesantren, penguatan halal lifestyle,
serta optimalisasi Islamic Social Finance dan fintech syariah. Ini upaya yang
kami lakukan untuk mengembangkan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang
terintegrasi dari hulu ke hilir,” ungkap Khofifah saat membuka Festival Ekonomi
Syariah (FESyar) Regional Jawa Tahun 2021, di Atrium Tunjungan Plaza Surabaya,
Senin (27/9/2021).
Khofifah mengatakan, dalam mengembangkan halal value
chain ini, Pemprov Jatim terus mendukung penguatan industri halal. Di mana
pembangunan ekosistem industri halal saat ini sudah dimulai, yakni melalui
pembangunan Kawasan Industri Halal (KIH) Safe and Lock di Sidoarjo yang telah
mendapatkan surat keterangan dari Kemenperin Nomor: 373/KPAAII/X/2020 tanggal
22 Oktober 2020 yang telah memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai Kawasan
Industri Halal pertama yang ada di Jatim.
Sampai saat ini, telah terjual 21 unit dari target
pembangunan 32 unit. Pada Tahun 2022 akan dibangun 38 unit. KIH safe and lock
telah berhasil menarik animo investasi dari
Amin Bio Group dari Tiongkok dalam membangun kemitraan pabrik gelatin
halal di Sidoarjo, sebagai bentuk penguatan branding produk halal.
“Kerjasama tersebut juga diharapkan dapat memperkuat
local halal value chain dengan program kemitraan menggandeng para pelaku UMKM
syariah lokal sebagai pemasok bahan baku dari sisi hulu, sekaligus
menarik gravitasi ekonomi syariah dunia ke Indonesia pada umumnya dan
Jawa Timur pada khususnya,” katanya.
Tidak hanya itu, Pemprov Jatim juga terus mendorong
optimalisasi pengembangan industri halal produk pangan melalui sertifikasi
halal bagi produk UMKM, salah satunya industri makanan dan minuman halal.
Apalagi, industri makanan dan minuman halal di Indonesia saat ini tumbuh cukup
pesat.
Sertifikasi halal ini juga dilakukan untuk Juleha
(Juru Sembelih Halal) dari level RPH (Rumah Potong Hewan) sampai pasar
tradisional, sesuai dengan peran Jatim sebagai lumbung pangan nasional. Program
tersebut sebagai bagian dari implementasi amanah UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal (JPH) serta Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan JPH (Jaminan Produk Halal).
“Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim
terbesar di dunia (209 juta jiwa) serta konsumsi produk halal terbesar di
dunia, namun kontribusi ekspor Indonesia untuk produk halal global masih
terbatas. Hal ini disebabkan masih belum meluasnya program sertifikasi produk
halal dan belum terpenuhinya standar global serta belum terintegrasinya
pengembangan industri halal di Indonesia,” katanya.
Orang nomor satu di Jatim ini kembali mengingatkan
potensi besar industri halal di dunia. Produk halal saat ini sudah menjadi tren
dunia, halal juga sudah menjadi gaya hidup global. Bahkan, produk halal sudah
ada di dalam persetujuan World Trade Organization (WTO). Selain itu, potensi
kebutuhan terhadap produk halal diperkirakan akan mencapai 62 persen di Asia
Pasific tahun 2030.
Untuk itu, dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan
syariah yang inklusif, Khofifah mengatakan perlunya penguatan pemberdayaan
ekonomi pesantren. Salah satunya melalui program peningkatan kesejahteraan
masyarakat berbasis pesantren One Pesantren One Product (OPOP).
“Keberadaan lebih dari 6.000 pesantren di Jatim jadi
modal utama dalam mendorong pemberdayaan santri, pesantren, dan alumni
pesantren di Jawa Timur. Program OPOP telah dimulai sejak tahun 2019 dan fokus
pada tiga pilar pengembangan yakni santripreneur, pesantrenpreneur, dan
sosiopreneur,” katanya.
Santripreneur sendiri bertujuan untuk menumbuhkan
pemahaman dan keterampilan santri dalam menghasilkan produk unik sesuai syariah
yang berorientasi pada kemanfaatan dan keuntungan. Kemudian Pesantrenpreneur
bertujuan memberdayakan koperasi pesantren agar dapat menghasilkan produk halal
unggulan yang mampu diterima pasar lokal, nasional, dan internasional.
“Serta sosiopreneur yang fokus pada pemberdayaan
alumni pesantren yang disinergikan dengan masyarakat melalui inovasi sosial,
berbasis digital teknologi, dan kreativitas secara inklusif. Hingga saat ini
telah teridentifikasi 550 pondok pesantren yang memiliki produk unggulan.
Ditargetkan sebanyak 1.000 produk unggulan pondok pesantren di akhir 2024,”
ungkapnya.
Tidak hanya itu, pada tahun 2017, Pemprov Jatim
bersama dengan Kantor Perwakilan BI Jawa Timur serta stakeholder lainnya
mendorong terbentuknya Koperasi Sarekat Bisnis Pesantren (KSBP). KSBP yang
beranggotakan 17 pondok pesantren ini menjadi forum untuk berkoordinasi bisnis
antar pesantren untuk memenuhi kebutuhan antar pesantren serta membuka ruang
pengembangan bisnis bagi pesantren.
“Pemprov Jatim dan Kantor Perwakilan BI Jatim juga
telah memfasilitasi pengembangan KSBP dan Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren
(Hebitren) sebagai salah satu program pengembangan ekonomi nasional. Program
KSBP dan Hebitren harus diarahkan pada implementasi program OPOP dan UMKM
Syariah yang lebih fokus untuk memberi dampak ekonomi yang kuat,” katanya.
Tak hanya mengingatkan potensi industri halal,
mantan Menteri Sosial ini juga mendorong para pelaku UMKM dan OPOP untuk
melakukan percepatan digitalisasi ekonomi syariah. Hal ini sejalan dengan
prediksi yang disampaikan Jack Ma saat The World Economy Forum, sebanyak 99
persen UMKM tahun 2030 'will be online' dan 85 persen UMKM di tahun 2030 'will
be e-commerce’.
“Ini kekuatan yang luar biasa. UMKM ini harus
percaya diri bersinergi dan harus melakukan pengembangannya secara online dalam
bentuk e-commerce. Sehingga akan bisa memperluas skala pasarnya,” katanya.
Deklarasi Rumah Kurasi untuk Penguatan UMKM Syariah,
OPOP dan Hebitren
Sementara itu, dalam acara tersebut juga dilakukan
Deklarasi Rumah Kurasi untuk penguatan UMKM Syariah, OPOP dan Hebitren melalui
proses inkubasi pendampingan yang melibatkan BI, Kadin Jatim, Dinas Koperasi,
serta Lembaga Pemberdayaan Ekonomi (LPE) NU dan Muhammadiyah. Melalui program Rumah Kurasi, UMKM syariah
dan OPOP tidak perlu khawatir jika ingin melakukan standardisasi produknya,
mendapatkan sertifikat kurasi produk secara mudah, serta berkualitas.
Rumah Kurasi ini diharapkan mampu meningkatkan
standarisasi kualitas dan daya saing produk-produk OPOP dan UMKM Jatim di pasar
nasional maupun internasional. Untuk bisa memanfaatkan Rumah Kurasi ini, UMKM
cukup mendaftarkan produk unggulannya secara online di laman online rumah
kurasi dan mengikuti proses kurasi.
“Pemanfaatan rumah kurasi dan optimalisasi
pembiayaan Syariah melalui Ziswaf produktif, fintech syariah, kerjasama dengan
e-commerce dan diaspora Indonesia di luar negeri sebagai bentuk pemasaran, kami
harap dapat melengkapi upaya pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan
Syariah,” kata Khofifah.
Rangkaian acara lainnya yaitu Deklarasi Kebangkitan
Ekonomi Pesantren, Santri dan Alumni Santri, penandatanganan Perjanjian
Kerjasama Pengembangan Ekonomi dan
Bisnis pada unit usaha pesantren di Hebitren Regional Jawa, serta turut
dilakukan simbolis penyaluran ZISWAF untuk pembiayaan UMKM produktif, serta
komitmen Fintech Syariah dalam pembiayaan UMKM.
Kepala Perwakilan BI Jatim, Budi Hanoto mengatakan,
Festival Ekonomi Syariah (FESyar) adalah sebuah festival yang merefleksikan
serangkaian ikhtiar kegiatan pengembangan ekonomi keuangan syariah dari seluruh
komponen masyarakat. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang diselenggarakan
secara full virtual, penyelenggaraan FESyar Jawa tahun ini diselenggarakan
secara hybrid.
“Untuk sebagian acara seperti Sharia Forum, Sharia
Fair serta business matching terintegrasi dalam satu platform yang dapat
diakses melalui lama FESyarjawa.com sedangkan opening ceremony, hall of
inspiration UMKM dan showcase sebagian galeri UMKM dilaksanakan secara offline dan terpisah di
Tunjungan Plaza 3 dan 1,” terangnya.
FESyar Regional Jawa 2021 kali ini mengusung tema
“Sinergi Membangun Ekonomi Syariah Melalui Digitalisasi untuk Pemulihan
Ekonomi”. FESyar Regional Jawa diselenggarakan secara hybrid pada 27 September
– 2 Oktober 2021 dan merupakan rangkaian kegiatan menuju Indonesia Sharia
Economic Festival (ISEF) ke-8 yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 25-30
Oktober 2021.
Seluruh
kegiatan Fesyar Jawa 2021 dapat dilihat secara online, melalui website
Fesyarjawa.com, IG @bi_Jatim serta Youtube Bank Indonesia Jatim, serta offline
di atrium Tunjungan Plaza Surabaya.
Turut hadir dalam acara ini Deputi Gubernur BI,
Sugeng yang hadir secara virtual, Ketua Dekranasda Provinsi Jatim Arumi Bachsin
Emil Dardak, Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur Bambang Mukti Riyadi, Dirut Bank
Jatim Busrul Iman, Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan, dan Ketua KADIN Jatim Adik
Dwi Putranto.
Serta turut hadir pula Walikota Malang Sutiaji,
Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Ketua
BAZNAS Jatim H. Roziki, Perwakilan MUI Jatim, perwakilan PW Muhmmadiyah Jatim,
serta organisasi ekonomi syariah seperti Ikatan Ahli Ekonomi Islam dan
Masyarakat Ekonomi Syariah. (*)
Reporter : Panji LS
Editor : Rifai Abror
0 komentar:
Post a Comment