Praktisi hukum DR Wahju Prijo Djatmiko SH,,M.Hum, M.Sc., mendampingi pihak korban dalam perkara sertifikat ganda di Kabupaten Nganjuk |
Pihak korbannya, M. Nurul Muhtadin didampingi kuasa hukum Desi Wahyuningsih, pada Senin (4/10/2021) mendatangi Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Nganjuk untuk mengajukan pembatalan sertifikat hasil program nasional agraria (Prona/PTSL).
Nuruk Muhtadin yang mewakili saudara kandungnya Nurul Khotimah, dalam keterangannya Senin (4/10/2021) mengatakan, objek tanah peninggalan ayah mereka yang terletak di Desa Sonopatik Kecamatan Berbek itu bersertifikat ganda, di mana salah satunya dijadikan jaminan utang secara diam-diam oleh oknum perangkat desa Sonopatik.
Ia menduga, munculnya sertifikat baru ini kuat karena penyalahgunaan program Prona yang diselenggarakan oleh pemerintah.
“Tanah itu beralih kepemilikan dari almarhum ayah saya, padahal Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 87 saat ini juga masih berada pada penguasaan keluarga kami,” ujar Nurul Muhtadin wartawan.
Managing Partners Kantor Hukum Djatmiko & Partners, Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc yang mendampingi pihak korban berpendapat, setidaknya ada tiga alasan pengajuan pembatalan sertifikat produk Prona tersebut.
Pertama, kliennya tidak pernah mengajukan pemecahan sertifikat hanya untuk atas nama Nurul Khotimah. Kedua, sertifikat aslinya masih ada, sehingga mestinya hal itu tidak bisa diikutkan dalam Prona.
Sedangkan yang ketiga, terdapat kesalahan kepemilikan yang substansial dalam sertifikat Prona ini.
Menurut Dr Wahju, merujuk Peraturan Menteri (Permen) Agraria Dan Tata Tuang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, disebutkan bahwa Pembatalan Produk Hukum dalam bidang pertanahan dapat dilakukan dengan alasan adanya cacat administrasi dan/atau cacat yuridis.
“Dalam perkara ini sudah sangat jelas adanya cacat administrasi dalam prosesnya sehingga sangat urgen untuk dibatalkan,” tukasnya.
Lebih lanjut dikatakan Wahju, kliennya sudah mengajukan surat permohonan pembatalan sertifikat baru hasil Prona yang tidak sesuai prosedur tersebut. Surat permohonan pembatalan tersebut juga sudah diterima pihak Kantor Pertanahan Nganjuk, dilayani dengan baik dan kooperatif dalam menanggapi permasalahan ini.
“Besar harapan saya agar sertifikat baru produk Prona segera dapat dibatalkan. Semoga masyarakat luas semakin waspada ke depannya dalam persoalan stratifikasi aset tanah mereka,” ujarnya.
Terpisah, Kasubag TU BPN Nganjuk Suprijo kepada wartawan Senin (4/10/2021) mengatakan, memang benar ada pengajuan pembatalan sertifikat tanah dari Nurul Khotimah di Desa Sonopatik.
Namun selain itu, lanjut Suprijo, pengajuan pembatalan juga dilakukan oleh pihak Kepala Desa Sonopatik, di hari yang sama.
Lebih lanjut Suprijo menjelaskan, setelah menerima permohonan pembatalan tersebut, BPN Nganjuk akan segera melakukan gelar kasus.
Hasil dari gelar kasus tersebut menurutna akan dijadikan acuan, apakah permohonan pembatalan disetujui atau tidak.
Untuk diketahui, upaya manipulasi sehingga terbit dua sertifikat untuk objek tanah yang sama itu diduga dilakukan oleh AS, oknum perangkat desa di Desa Sonopatik.
AS menggandakan sertifikat tanah atas nama almarhum Samsuri, orangtua dari Moh Nurul Muhtadin dan Nurul Khotimah, diduga dengan memanfaatkan celah di program PTSL.
Padahal, pihak korban merasa tidak lernah mengajukan permohonan pemecahan sertifikat ke AS.
Menurut keterangan Suprijo, proses terbitnya sertifikat hak milik nomor 1763 dan 1782 atas nama Nurul Khotimah itu dilakukan melalui proses PTSL tahun 2018.
Menurutnya, penggandaan sertifikat tanah tersebut sebenarnya tak bisa dilakukan melalui program PTSL. Hal itu hanya bisa dilakukan di bidang tanah yang belum bersertifikat hak milik. Sementara, lahan milik almarhum Samsuri diketahui telah bersertifikat.
Panji LS/Rifai Abror
Menurut Dr Wahju, merujuk Peraturan Menteri (Permen) Agraria Dan Tata Tuang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, disebutkan bahwa Pembatalan Produk Hukum dalam bidang pertanahan dapat dilakukan dengan alasan adanya cacat administrasi dan/atau cacat yuridis.
“Dalam perkara ini sudah sangat jelas adanya cacat administrasi dalam prosesnya sehingga sangat urgen untuk dibatalkan,” tukasnya.
Lebih lanjut dikatakan Wahju, kliennya sudah mengajukan surat permohonan pembatalan sertifikat baru hasil Prona yang tidak sesuai prosedur tersebut. Surat permohonan pembatalan tersebut juga sudah diterima pihak Kantor Pertanahan Nganjuk, dilayani dengan baik dan kooperatif dalam menanggapi permasalahan ini.
“Besar harapan saya agar sertifikat baru produk Prona segera dapat dibatalkan. Semoga masyarakat luas semakin waspada ke depannya dalam persoalan stratifikasi aset tanah mereka,” ujarnya.
Terpisah, Kasubag TU BPN Nganjuk Suprijo kepada wartawan Senin (4/10/2021) mengatakan, memang benar ada pengajuan pembatalan sertifikat tanah dari Nurul Khotimah di Desa Sonopatik.
Namun selain itu, lanjut Suprijo, pengajuan pembatalan juga dilakukan oleh pihak Kepala Desa Sonopatik, di hari yang sama.
Lebih lanjut Suprijo menjelaskan, setelah menerima permohonan pembatalan tersebut, BPN Nganjuk akan segera melakukan gelar kasus.
Hasil dari gelar kasus tersebut menurutna akan dijadikan acuan, apakah permohonan pembatalan disetujui atau tidak.
Untuk diketahui, upaya manipulasi sehingga terbit dua sertifikat untuk objek tanah yang sama itu diduga dilakukan oleh AS, oknum perangkat desa di Desa Sonopatik.
AS menggandakan sertifikat tanah atas nama almarhum Samsuri, orangtua dari Moh Nurul Muhtadin dan Nurul Khotimah, diduga dengan memanfaatkan celah di program PTSL.
Padahal, pihak korban merasa tidak lernah mengajukan permohonan pemecahan sertifikat ke AS.
Menurut keterangan Suprijo, proses terbitnya sertifikat hak milik nomor 1763 dan 1782 atas nama Nurul Khotimah itu dilakukan melalui proses PTSL tahun 2018.
Menurutnya, penggandaan sertifikat tanah tersebut sebenarnya tak bisa dilakukan melalui program PTSL. Hal itu hanya bisa dilakukan di bidang tanah yang belum bersertifikat hak milik. Sementara, lahan milik almarhum Samsuri diketahui telah bersertifikat.
Panji LS/Rifai Abror
0 komentar:
Post a Comment