Pasutri tunanetra Sonobekel, Aziz Rahayu dan Bukhori, mendapatkan pendampingan dan advokasi dari praktisi hukum DR Wahju Prijo Djatmiko |
matakamera, Nganjuk - Aziz Rahayu dan Bukhori, pasangan suami-istri (pasutri) penyandang tunanetra warga Desa Sonobekel, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, masih terus mencari keadilan usai menjadi korban penipuan dan penggelapan sertifikat tanah.
Meskipun pelakunya kini sudah divonis bersalah oleh hakim dan dipenjara, pasutri ini tak bisa tenang jika aset mereka belum kembali.
Adapun pelaku yang dimaksud adalah AM, seorang oknum pengacara di Kabupaten Nganjuk.
Kisah pilu pasangan tunanetra ini bermula pada akhir tahun 2016 silam. Kala itu Azis Rahayu dengan segala keterbatasannya, meminta bantuan AM sang pengacara.
Bantuan itu untuk menyelesaikan pemasalahan dengan saudaranya, terkait harta warisan peninggalan mendiang ibu dari Azis Rahayu, berupa sebidang tanah sawah dan pekarangan. Masing-masing seluas 1.523 meter persegi dan 469 meter persegi.
Karena percaya pada AM, pasangan tunanetra ini lalu menurut saja ketika diminta tandatangan dan cap jempol, pada dokumen-dokumen yang disodorkan AM.
Azis belakangan mendapati kenyataan pahit. Asetnya ternyata diam-diam telah dijual kepada orang lain.
Peralihan aset tanpa sepengetahuan Azis Rahayu tersebut akhirnya mencuat ke permukaan. Setelah sempat viral di medsos, Satreskrim Polres Nganjuk bergerak cepat.
Tindakan proaktif dan protagonis Polres Nganjuk berbuah pada Putusan Pidana Majelis Hakim Nomor 178/Pid.B/2021/PN.Njk dengan mengganjar AM pidana penjara.
Tak tanggung-tanggung, dalam putusannya, Majelis Hakim menyita sertifikat dan uang senilai Rp205.000.000 dari penguasaan AM.
Dr. Wahju Prijo Djatmiko, Founder Kantor Hukum Djatmiko & Partners yang mendampingi pasutri tunanetra tersebut, mengapresiasi kerja cerdas Unit Pidum II Satreskrim Polres Nganjuk dalam menyikapi permasalahan ini.
“Kami sangat mengapresiasi kerja keras sistem peradilan pidana negara, terutama Polres Nganjuk dalam membongkar tindak pidana yang tergolong cukup canggih ini,” ujar Wahju Djatmiko, Rabu (13/10/2021).
Wahju mengaku sudah mendengar bahwa AM divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Nganjuk pada 6 Oktober 2021 lalu, dengan hukuman 10 bulan penjara.
Langkah selanjutnya, kata Wahju, pihaknya segera melalukan langkah-langkah agar aset-aset yang digelapkan bisa kembali ke genggaman.
Menurutnya, telah terbukti adanya rangkaian tindak pidana dalam pengalihan hak sertifikat antara Azis Rahayu kepada pihak lain.
Tentu saja hal ini menjadikan produk hukum yang berupa sertifikat dan peralihan haknya mengandung cacat yuridis.
“Oleh karena itu, berlandaskan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 21 Tahun 2020, klien kami hari ini mengajukan permohonan pembatalan semua sertifikat yang telah berganti nama pemilik itu,” ungkap ahli hukum jebolan Undip Semarang tersebut.
Selain itu, dalam waktu dekat ini, Wahju mengaku akan mengirimkan somasi kepada semua pihak yang saat ini memegang sertifikat dari aset asal milik Aziz Rahayu. Yakni agar segera menyerahkan sertifikat yang dalam kekuasaannya kepada pihak kepolisian.
Jika tetap tidak ada itikad baik dari masing-masing pihak, lanjutnya, maka tidak menutup kemungkinan pihaknha akan melaporkan mereka ke penegak hukum.
“Jika tidak punya itikad baik, akan kami laporkan adanya dugaan perbuatan sebagaimana termaktub dalam Pasal 480 KUHP tentang penadahan,” pungkas advokat yang sering menangani kasus-kasus kemanusiaan itu.
Panji LS/Rifai Abror
0 komentar:
Post a Comment