Kepala Kejari Nganjuk Nophy Tennophero Suoth beserta jajaran saat menyampaikan pemaparan dalam rakor bersama DPRD Nganjuk, Senin (27/12/2021) |
Dalam rapat tersebut, Kepala Kejari Nganjuk Nophy Tennophero Suoth menyampaikan, pihaknya diundang oleh DPRD Nganjuk untuk membahas kepastian hukum atas permasalahan yang timbul daerah, berdasarkan tren perkara pidana yang ditangani di sepanjang tahun 2021.
"Kami menyampaikan perkara yang kami tangani sehingga dapat dijadikan pembelajaran untuk kebaikan atau kepentingan pemerintah daerah," kata Nophi, dalam pernyataannya di DPRD Nganjuk, Senin (27/12/2021).
Setidaknya ada delapan perkara pidana yang dikemukakan oleh Kejari Nganjuk. Di mana yang marak atau paling menonjol antara lain tindak pidana korupsi pungutan PTSL, narkoba, hingga kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.
"Tentunya dari perkara-perkara hukum yang dikerjakan Kejari Nganjuk, bisa menjadi perhatian legislatif dan eksekutif untuk membuat langkah dan kebijakan pencegahan serta lainnya," kata Nophy.
Seperti kasus hukum yang melibatkan anak-anak, menurut Nophy, dalam perkara hukum itu anak sebagai pelaku, anak sebagai korban yang perlu mendapat perhatian karena jumlahnya meningkat selama tahun 2021.
Dari perkara hukum tersebut baik DPRD dan Pemkab Nganjuk dapat mempertimbangkan untuk membuat kebijakan untuk mencegah atau sebagai langkah kepedulian.
Ketua DPRD Nganjuk Tatit Heru Tjahjono mengatakan, Dkasus-kasus hukum yang terjadi di tahun 2021 juga banyak yang diadukan oleh warga kepada anggota DPRD. Dengan adanya penjelasan Kejari Nganjuk dari kasus-kasus tersebut, tentunya membuat DPRD paham duduk persoalannya.
"Itulah pentingnya adanya rakor DPRD dengan aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kejari Nganjuk. Semuanya menjadi jelas sehingga anggota DPRD bisa menindaklanjuti dengan menjawab pengaduan dari warga tersebut," ucap politikus PDIP tersebut.
Salah satu kasus hukum menonjol selama tahun 2021 adalah program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Di mana berdasarkan SKB tiga menteri disepakati biaya lapangan untuk program PTSL sebesar Rp 150.000.
Namun melihat kondisi di lapangan, lokasi tanah yang sulit dan bidang tanah yang luas menjadikan munculnya biaya tambahan lagi. Misalnya untuk akomodasi dan transportasi petugas lapangan dalam melakukan pengukuran, pematokan, dan sebagainya, tentu membutuhkan biaya tambahan.
"Seperti kalau bidang tanah yang dimasukkan PTSL itu ada di perbukitan yang sulit dan jauh, maka pasti ada biaya tambahan untuk makan dan minum petugas lapangan. Itu yang bisa dibicarakan dan diketahui sehingga tidak masuk ke kasus hukum," tukas Tatit.
Panji LS/Rif
0 komentar:
Post a Comment