Pihak warga terdampak dan UD Riyanto sempat menggelar pertemuan mediasi pada 13 Mei 2022 lalu |
Hal itu karena pabrik yang dijalankan oleh UD Riyanto tersebut dianggap telah menimbulkan dampak buruk dan kesengsaraan bagi warga sekitarnya.
Untuk diketahui, pabrik pecah batu UD Riyanto secara administratif memang berada di Desa Mungkung, Kecamatan Loceret. Namun yang paling terdampak polusinya adalah warga Desa Gejagan, karena jarak rumah-rumah mereka hanya beberepa meter dari lokasi aktivitas pecah batu.
Keluhan salah satunya disampaikan Jiyem, 52, warga RT 02, RW 01, Desa Gejagan. Ia mengaku sering sakit tenggorokan ketika UD Riyanto beroperasi. Terutama di musim kemarau.
“Kalau waktu beroperasi dan musim kemarau, musim angin, Agustus, September, Oktober, itu dampaknya baru terasa. Tenggorokan kayak ada dahaknya, tapi enggak bisa keluar, lengket,” ujar Jiyem, Senin (23/5/2022).
Selain itu, lanjut Jiyem, ia kerap batuk semenjak adanya UD Riyanto di dekat rumahnya.
Lalu butiran debu putih halus akibat polusi pabrik pemecah batu kerap menempel di lantai, meja, bahkan perabotan rumahnya.
“Piring-piring di rumah itu jadi ada debunya. Warnanya bukan hitam, tapi putih lembut,” bebernya.
Jiyem tak tahu apakah secara medis debu putih halus tersebut dapat menggangu kesehatan.
Namun ia mengaku khawatir polusi udara dan debu dapat mengganggu pernapasan.
“Lha itu lama-lama kalau (debu putih halus dampak pabrik pemecah batu) masuk ke tubuh, lama-lama bunteti napas,” sebutnya.
Sebagai warga terdampak, keinginan Jiyem hanya sederhana. Pabrik pemecah batu di dekat rumahnya yang dioperasikan UD Riyanto tersebut dapat dipindah atau ditutup permanen.
“Harapan warga ya maunya tutup seterusnya,” harapnya.
“Kalau waktu beroperasi dan musim kemarau, musim angin, Agustus, September, Oktober, itu dampaknya baru terasa. Tenggorokan kayak ada dahaknya, tapi enggak bisa keluar, lengket,” ujar Jiyem, Senin (23/5/2022).
Suasana hearing terkait polemik pecah batu UD Riyanto di DPRD Nganjuk, Rabu (17/5/2022) |
Selain itu, lanjut Jiyem, ia kerap batuk semenjak adanya UD Riyanto di dekat rumahnya.
Lalu butiran debu putih halus akibat polusi pabrik pemecah batu kerap menempel di lantai, meja, bahkan perabotan rumahnya.
“Piring-piring di rumah itu jadi ada debunya. Warnanya bukan hitam, tapi putih lembut,” bebernya.
Jiyem tak tahu apakah secara medis debu putih halus tersebut dapat menggangu kesehatan.
Namun ia mengaku khawatir polusi udara dan debu dapat mengganggu pernapasan.
“Lha itu lama-lama kalau (debu putih halus dampak pabrik pemecah batu) masuk ke tubuh, lama-lama bunteti napas,” sebutnya.
Sebagai warga terdampak, keinginan Jiyem hanya sederhana. Pabrik pemecah batu di dekat rumahnya yang dioperasikan UD Riyanto tersebut dapat dipindah atau ditutup permanen.
“Harapan warga ya maunya tutup seterusnya,” harapnya.
Dalam forum hearing terkait polemik pabrik UD Riyanto di DPRD Nganjuk pada Rabu (17/5/2022), Suliya, warga terdampak lainnya mengungkapkan bahwa mereka sangat keberatan dengan adanya perusahaan pecah batu yang sangat mengganggu.
"Suara yang ditimbulkan dari perusahaan tersebut, sangat keras sekali, sampai anak saya yang duduk di bangku SMA tidak bisa mendengarkan penjelasan gurunya diwaktu pembelajaran daring," ujar Suliya di depan para wakil rakyat, Pemkab Nganjuk dan perwakilan UD Riyanto.
"Suara yang ditimbulkan dari perusahaan tersebut, sangat keras sekali, sampai anak saya yang duduk di bangku SMA tidak bisa mendengarkan penjelasan gurunya diwaktu pembelajaran daring," ujar Suliya di depan para wakil rakyat, Pemkab Nganjuk dan perwakilan UD Riyanto.
Suliya mengaku, selain kebisingan, akibat yang ditimbulkan dari perusahaan tersebut berupa debu yang beterbangan, yang mengganggu pernafasan warga.
Ia pun berharap agar perusahaan tersebut ditutup permanen, sehingga tidak lagi mengganggu masyarakat sekitar.
"Rumah saya yang terdekat dengan perusahaan itu, kira-kira sekitar 20 meter jaraknya. Saya minta agar perusahaan tersebut ditutup selamanya," ucapnya.
Koordinator warga yang terdampak, Gunawan Raharjo menuturkan, pabrik pemecah batu yang dijalankan UD Riyanto telah beroperasi sekitar awal tahun 2021.
Tetapi pendirian pabrik pemecah batu ini tanpa proses sosialisasi ke warga.
“Pada waktu awal berdiri tidak ada sosialisasi dengan warga. Jadi tiba-tiba dia berdiri, berproduksi, terus dampak yang ditimbulkan sangat besar sekali. Jadi dari awal tidak ada sosialisasi dengan warga sekitar,” sebut Gunawan.
Karena warga sekitar terutama warga Gejagan merasa dirugikan, mereka akhirnya mencari keadilan dengan melakukan demonstrasi ke pemerintah desa hingga kabupaten.
Hingga akhirnya oleh pihak-pihak terkait, pabrik pemecah batu tersebut ditutup sementara pada Oktober 2021.
“Tapi pada bulan Januari (2022) ternyata produksi lagi, terus pada bulan April itu dari kita melayangkan surat permintaan hearing, baru ditanggapi pada Selasa (17/5/2022) kemarin,” jelas Gunawan.
Penasihat hukum UD Riyanto, KRT Nurwadi Rekso Hadinagoro menyatakan, pabrik pemecah batu di Desa Mungkung yang dipermasalahkan warga Desa Gejagan telah mengantongi perizinan.
Pihaknya, kata Nurwadi, hanya belum memiliki dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) karena masih berproses.
“Kami sudah mengusulkan (PBG). Sesuatu yang sudah diusulkan untuk pejabat negara, kalau sudah melewati lima hari tidak ada jawaban itu dianggap diterima,” jelas Nurdin sapaan akrab KRT Nurwadi Rekso Hadinagoro.
“Jadi sebetulnya kami secara keseluruhan menganggap bahwa UD Riyanto sudah memenuhi semua prasyarat itu. Kalau pun toh belum ada fisiknya, mereka belum melaksanakan, kami sudah mengajukan semua,” lanjut dia.
Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk Tatit Heru Tjahjono menyebutkan, pihaknya akan mendalami polemik beroperasinya pabrik pemecah batu UD Riyanto. Termasuk pihaknya akan mengecek dokumen AMDAL dan UKL-UPL.
“AMDAL dan UKL-UPL sesuai penjelasan dari DLH sudah dilakukan,” beber Tatit.
“Ini yang perlu kita tahu, berarti mungkin dalam pembuatan perizinan AMDAL, UKL-UPL, mungkin ada yang tidak benar. Maka kita ingin tahu sidak bersama-sama nanti dengan melibatkan Komisi I, Komisi III, OPD terkait,” sambungnya.
Dokumen perizinan UD Riyanto yang nyaris lengkap ini menimbulkan tanda tanya. Sebab, warga sekitar lokasi pabrik pemecah batu terutama warga Gejagan mengaku tak pernah dimintai persetujuan.
“Sepengetahuan saya, sosialisasi belum pernah dilakukan ketika proses penggilingan pabrik itu. Sepengetahuan kita belum ada tim dari pihak AMDAL untuk turun ke lapangan, yang melibatkan dari warga kita ataupun dari pemerintahan desa saya,” lanjut ungkap Kepala Desa Gejagan, Dedy Nawan.
Pabrik pemecah batu di Desa Mungkung yang dipermasalahkan warga kini tak beroperasi untuk sementara waktu.
Hal itu setelah pihak Satpol PP Kabupaten Nganjuk menyegel pabrik ini per 26 April 2022.
Kepala Satpol PP Kabupaten Nganjuk, Samsul Huda menuturkan, penyegelan ini hanya berlaku sementara. Jika pihak UD Riyanto sudah melengkapi dokumen perizinan, maka pabrik pemecah batu tersebut diperbolehkan beroperasi lagi.
“(Disegel) sampai dia mempunyai izin,” tukas Samsul.
Ia pun berharap agar perusahaan tersebut ditutup permanen, sehingga tidak lagi mengganggu masyarakat sekitar.
"Rumah saya yang terdekat dengan perusahaan itu, kira-kira sekitar 20 meter jaraknya. Saya minta agar perusahaan tersebut ditutup selamanya," ucapnya.
Koordinator warga yang terdampak, Gunawan Raharjo menuturkan, pabrik pemecah batu yang dijalankan UD Riyanto telah beroperasi sekitar awal tahun 2021.
Tetapi pendirian pabrik pemecah batu ini tanpa proses sosialisasi ke warga.
“Pada waktu awal berdiri tidak ada sosialisasi dengan warga. Jadi tiba-tiba dia berdiri, berproduksi, terus dampak yang ditimbulkan sangat besar sekali. Jadi dari awal tidak ada sosialisasi dengan warga sekitar,” sebut Gunawan.
Karena warga sekitar terutama warga Gejagan merasa dirugikan, mereka akhirnya mencari keadilan dengan melakukan demonstrasi ke pemerintah desa hingga kabupaten.
Hingga akhirnya oleh pihak-pihak terkait, pabrik pemecah batu tersebut ditutup sementara pada Oktober 2021.
“Tapi pada bulan Januari (2022) ternyata produksi lagi, terus pada bulan April itu dari kita melayangkan surat permintaan hearing, baru ditanggapi pada Selasa (17/5/2022) kemarin,” jelas Gunawan.
Penasihat hukum UD Riyanto, KRT Nurwadi Rekso Hadinagoro menyatakan, pabrik pemecah batu di Desa Mungkung yang dipermasalahkan warga Desa Gejagan telah mengantongi perizinan.
Pihaknya, kata Nurwadi, hanya belum memiliki dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) karena masih berproses.
“Kami sudah mengusulkan (PBG). Sesuatu yang sudah diusulkan untuk pejabat negara, kalau sudah melewati lima hari tidak ada jawaban itu dianggap diterima,” jelas Nurdin sapaan akrab KRT Nurwadi Rekso Hadinagoro.
“Jadi sebetulnya kami secara keseluruhan menganggap bahwa UD Riyanto sudah memenuhi semua prasyarat itu. Kalau pun toh belum ada fisiknya, mereka belum melaksanakan, kami sudah mengajukan semua,” lanjut dia.
Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk Tatit Heru Tjahjono menyebutkan, pihaknya akan mendalami polemik beroperasinya pabrik pemecah batu UD Riyanto. Termasuk pihaknya akan mengecek dokumen AMDAL dan UKL-UPL.
“AMDAL dan UKL-UPL sesuai penjelasan dari DLH sudah dilakukan,” beber Tatit.
“Ini yang perlu kita tahu, berarti mungkin dalam pembuatan perizinan AMDAL, UKL-UPL, mungkin ada yang tidak benar. Maka kita ingin tahu sidak bersama-sama nanti dengan melibatkan Komisi I, Komisi III, OPD terkait,” sambungnya.
Dokumen perizinan UD Riyanto yang nyaris lengkap ini menimbulkan tanda tanya. Sebab, warga sekitar lokasi pabrik pemecah batu terutama warga Gejagan mengaku tak pernah dimintai persetujuan.
“Sepengetahuan saya, sosialisasi belum pernah dilakukan ketika proses penggilingan pabrik itu. Sepengetahuan kita belum ada tim dari pihak AMDAL untuk turun ke lapangan, yang melibatkan dari warga kita ataupun dari pemerintahan desa saya,” lanjut ungkap Kepala Desa Gejagan, Dedy Nawan.
Pabrik pemecah batu di Desa Mungkung yang dipermasalahkan warga kini tak beroperasi untuk sementara waktu.
Hal itu setelah pihak Satpol PP Kabupaten Nganjuk menyegel pabrik ini per 26 April 2022.
Kepala Satpol PP Kabupaten Nganjuk, Samsul Huda menuturkan, penyegelan ini hanya berlaku sementara. Jika pihak UD Riyanto sudah melengkapi dokumen perizinan, maka pabrik pemecah batu tersebut diperbolehkan beroperasi lagi.
“(Disegel) sampai dia mempunyai izin,” tukas Samsul.
Rif/Nji
0 komentar:
Post a Comment