DR Wahju Prijo Djatmiko SH, M.Hum, M.Sc, Direktur LKHP Indonesia |
Dr. Wahju Prijo Djatmiko, S.H., M.Hum., M.Sc, Direktur LKHP Indonesia mengatakan, pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (K/L/PD) yang dibiayai oleh APBN/APBD. Dana APBN/APBD tersebut dialokasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK).
Adapun pengadaan barang/jasa DAK Fisik diatur dalam Perpres Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik Tahun Anggaran 2022.
Pada dasarnya, lanjut DR Wahju, pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan dengan cara swakelola dan/atau penyedia. Pengadaan barang/jasa melalui swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh K/L/PD, instansi lain, organisasi kemasyarakatan (ormas), atau kelompok masyarakat (pokmas) sebagaimana petunjuk yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 23 Perpres a quo.
"Adapun secara khusus, swakelola juga diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola. Swakelola dilaksanakan manakala barang/jasa yang dibutuhkan lebih efektif dan/atau efisien dilakukan oleh pelaksana swakelola. Swakelola dapat juga digunakan dalam rangka mengoptimalkan peran serta/pemberdayaan ormas dan pokmas. Pada sistem manajemen swakelola, pemilik proyek menunjuk secara langsung perencana, pengawas dan pelaksana pembangunan," terang DR Wahju.
Berdasarkan pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah melalui Perpres Nomor 21 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 18 ayat 6 membagi swakelola ke dalam 4 tipe.
Tipe I yaitu swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran. Sedangkan tipe II yaitu swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh K/L/PD lain pelaksana swakelola.
"Swakelola tipe III yaitu swakelola yang direncanakan, dan diawasi oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh ormas pelaksana swakelola. Adapun swakelola tipe IV yaitu swakelola yang direncanakan oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan pokmas, dan dilaksanakan serta diawasi oleh pokmas pelaksana swakelola," urai DR Wahju.
Menurutnya, keuntungan yang paling utama dari swakelola adalah mendorong kerjasama antara pemerintah dengan ormas dan pokmas.
"Bekerjasama dengan ormas dan pokmas bisa menjangkau langsung masyarakat. Bagi ormas dan pokmas, bekerja sama dengan pemerintah memberikan legitimasi sosial politik dimana masyarakat dapat terlibat langsung dengan pemerintah dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik," ujar DR Wahju.
Ditinjau dari segi teknis pelaksaanaanya, kata Wahju, pada dasarnya swakelola memiliki keunggulan dibanding dengan penyedia. Sistem manajemen swakelola lebih murah dan waktunya lebih singkat. Swakelola yang dikerjakan oleh ormas atau pokmas lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan penyedia, karena swakelola berpotensi meningkatkan jangkauan dan kualitas layanan bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan.
"Lewat swakelola, pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan secara langsung karena mendapatkan akses pendanaan. Kondisi ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan bagi kelompok marginal. Dengan demikian, sektor ekonomi mikro dapat berkembang dan daya beli masyarakat meningkat," ujarnya.
Kelebihan lain dari swakelola yang tidak dikerjakan oleh ormas atau pokmas, disebut DR Wahju yaitu swakelola tipe I dan II karena dapat dikerjakan sendiri oleh K/L/PD. Swakelola tipe ini tidak ada profit, PPN maupun PPH. Sistem perpajakan yang digunakan adalah kegiatan membangun sendiri (KMS) sesuai dengan Pasal 16 huruf c UU No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Rif/Nji
0 komentar:
Post a Comment