Hamid Effendi, aktivis lingkungan hidup Nganjuk mengatakan, ia sudah berkoordinasi dengan sejumlah aktivis dan komunitas yang concern dengan kasus tambang di Nganjuk.
"Dan kami semua sepakat, dalam waktu dekat ini akan melakukan aksi besar-besaran di Pemkab Nganjuk, apabila kasus ini terus berlarut-larut dan tidak ada tindakan tegas untuk menagih tunggakan pajak kepada para pengusaha tambang," tegas Hamid, diwawancarai media ini Jumat (26/4/2024).
Hamid menuding Pemkab Nganjuk sengaja menutup mata dan tidak sungguh-sungguh mau menagih. Hal ini disebutnya berdampak pada minimnya pemasukan pendapatan daerah.
"Ada indikasi kuat kongkalikong antara oknum pemerintah daerah dengan pengusaha tambang yang ngemplang pajak. Diduga diselesaikan 'di bawah meja'. Ini sudah masuk kategori tindak pidana korupsi dan suap," kata Hamid.
Selain di Pemkab Nganjuk, Hamis menyebut juga akan mengerahkan massa untuk menggelar aksi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk.
Aksi tersebut untuk mendesak aparat penegak hukum agar segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi usaha tambang yang melakukan aktivitas galian C di Desa Karangsono, Kecamatan Loceret dan pengurukan tanah di Desa Babadan, Kecamatan Pace.
"Sudah ada laporan disertai bukti-bukti, sehingga APH harus segera turun tangan memprosesnya secara pidana," imbuhnya.
Sebelumnya Hamid Effendi membeberkan, bahwa mayoritas pengusaha yang melakukan aktivitas tambang galian C di Nganjuk tidak taat membayar pajak.
"Sampai sekarang mereka tidak mau membayar pajak kepada pemerintah daerah. Ironisnya masih bebas beroperasi seperti tidak mempunyai 'dosa'," ujar Hamid.
Dalam pengamatannya, sejumlah pengusaha tambang sempat mengeluhkan tarif pajak yang terlalu mahal dan memberatkan. Salah satunya perusahaan tambang yang melakukan aktivitas di Desa Karangsono, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.
Namun hal itu menurut Hamid bukan menjadi alasan sehingga pelaku tambang bisa bebas beroperasi tanpa memenuhi kewajiban membayar pajak.
"Kalau memang merasa berat ya jangan melakukan aktivitas penambangan di Nganjuk. Pemkab Nganjuk harus serius, harus berani dan tegas, menagih tunggakan pajak para pengusaha tambang yang masih beroperasi tetapi tidak mau membayar," tutur Hamid.
Dalih besaran pajak yang memberatkan menurut Hamid tidak sebanding dengan besarnya dampak negatif yang diterima masyarakat. Sebut saja ruas-ruas jalan yang rusak akibat lalu-lalu truk tambang, debu yang mengotori pemukiman dan mengganggu kesehatan warga, hingga dampak jangka panjang berupa kerusakan lingkungan hidup dan ancaman bencana alam.
"Jadi pajak itu sebagai kompensasi atas dampak kerusakan-kerusakan tersebut. Semua harus patuh sesuai ketentuan di dalam undang-undang maupun perda," kata Hamid.
Sampai saat ini, lanjut Hamid, pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Nganjuk yang bersumber dari setoran pajak pertambangan masih sangat kecil. Hal ini dinilainya ironis dengan terus menjamurnya lokasi-lokasi tambang galian C baru, terutama tanah uruk di daerah berjuluk "Kota Angin" ini.
"Ini masalah serius dan sebenarnya sudah masuk unsur tindak pidananya. Ini bahkan sudah menjadi indikasi terjadinya tindak pidana korupsi dan merugikan negara," ujar Hamid.
Rif/Pas/2024
0 komentar:
Post a Comment