Ketua Bawaslu Nganjuk sebut ASN harus netral sejak sebelum, saat dan setelah pendaftaran-penetapan-kampanye Pilkada |
Ketua Bawaslu Nganjuk Yudha Harnanto mengatakan, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak terikat dengan waktu tahapan Pilkada Nganjuk 2024. Artinya, ASN dilarang melakukan tindakan yang menunjukkan sikap tidak netral, meskipun foto diambil sebelum waktu pendaftaran maupun penetapan paslon Pilkada Nganjuk.
"Jadi Netralitas ASN itu tidak tergantung apakah kontestan Pilkada Nganjuk sudah ditetapkan atau belum. Jadi jelas Undang-Undang ASN menyatakan seperti itu," ujar Yudha Harnanto, Sabtu (21/9/2024).
Untuk diketahui, dalam foto yang telah beredar di media sosial tersebut, Camat Pace melakukan pose "finger heart" atau "sarangheyo", yang termasuk kategori dilarang keras dilakukan okeh ASN.
Selain foto Camat Pace bersama paslon, di medsos juga beredar video pernyataan dukungan dari pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) Pemkab Nganjuk, yang menyatakan dukungan untuk salah satu paslon.
Video honorer yang telah menjadi PPPK menyatakan dukungan untuk paslon pilkada |
"Kami akan melakukan penelusuran atas temuan-temuan tersebut. Jadi kalau di penegak hukum ada penyelidikan, maka di Bawaslu istilahnya penelusuran," ujar Yudha.
Jika terbukti melanggar netralitas, lanjut Yudha, maka akan diberi sanksi disiplin mulai dari teguran hingga pencopotan jabatan.
"Jika terbukti, ASN tersebut bisa kehilangan jabatannya. Ini adalah langkah serius untuk menjaga agar ASN tetap netral dalam pemilu," imbuhnya.
Ketentuannya tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), serta Ketua Komisi ASN (KASN) serta Undang-Undang ASN.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN terdapat beberapa ketentuan yang terkait dengan netralitas ASN, yakni:
Pasal 9 ayat (2): Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Pasal 24 ayat (1) huruf (d): Pegawai ASN wajib menjaga netralitas.
Pasal 52 ayat (3) huruf (j): Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi pegawai ASN dilakukan apabila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Pasal 52 ayat (4): Pemberhentian pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ketentuan mengenai netralitas ASN dan sanksinya terdapat dalam beberapa pasal. Ketentuan tersebut yakni:
Pasal 280 ayat (2): Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan ASN, Anggota TNI, Polri, Kades, dan perangkat desa.
Pasal 280 ayat (3): ASN, Anggota TNI dan Polri dilarang ikut dalam tim kampanye.
Pasal Pasal 282: Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa kampanye.
Pasal 283 ayat (1): Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Pasal 283 ayat (2): Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Pasal 494: Setiap Setiap aparatur sipil Negara yang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Adapun jenis Pelanggaran Disiplin Netralitas ASN. Setidaknya terdapat 13 jenis pelanggaran yang dapat diketegorikan sebagai pelanggaran disiplin netralitas ASN berdasarkan SKB, yakni:
1. Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait calon peserta pemilu dan pemilihan.
2. Sosialisasi/kampanye media sosial/online calon.
3. Melakukan pendekatan kepada: partai politik sebagai bakal calon, masyarakat (bagi independent)sebagai bakal calon.
4. Menghadiri deklarasi/kampanye pasangan calon dan memberikan tindakan/dukungan keberpihakan.
5. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
6. Membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/Akun pemenangan/calon.
7. Membuat keputusan/tindakan yang dapat menguntungkan/ merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon pada masa sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.
8. Bentuk pelanggaran atau dugaan pelanggaran yang tidak termasuk dalam pelanggaran yang diuraikan.
9. Menjadi tim ahli/tim pemenangan/konsultan atau sebutan lainnya bagi partai politik atau calon atau pasangan calon peserta pemilu dan pemilihan setelah penetapan peserta.
10. Menjadi tim ahli/tim pemenangan/konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau bakal pasangan calon peserta pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau pemilihan.
11. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap partai politik atau calon atau pasangan calon.
12. Memposting pada media sosial/media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan calon, tim sukses dengan memperagakan simbol keberpihakan/memakai atribut partai politik, dan alat peraga terkait partai politik/calon.
13. Memberikan dukungan kepada bakal calon perseorangan dengan memberikan surat dukungan atau mengumpulkan fotokopi KTP atau surat keterangan penduduk.
Rif/Pas/2024
0 komentar:
Post a Comment