Aksi protes para sopir truk material dengan memarkirkan armada mereka di jalan menuju lokasi galian C di Desa Karangsono, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Kamis (30/1/2025) |
General Manager (GM) PT Aksha Energi Indonesia, R. Darmono Tjokrodarsono mengatakan, bahwa perusahaan pada dasarnya tetap berkomitmen merangkul armada lokal untuk bekerja sama, dengan cara yang benar dan sesuai aturan.
"Kami ingin merangkul armada lokal dengan cara yang benar, tidak melanggar aturan, dan bersama-sama membangun Nganjuk," ujar Darmono, Jumat (31/1/2025).
Menurut Darmono, perusahaannya tidak menolak menjual material tambang. Tetapi sangat berhati-hati dalam bermitra dengan perusahaan atau individu yang tidak memiliki izin resmi.
Langkah ini disebutnya sejalan dengan kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yang tengah gencar memberantas tambang ilegal dan bisnis turunannya.
"Terkait penolakan menjual material, itu bukan karena tidak ingin bekerja sama. Tetapi lebih kepada kehati-hatian perusahaan. Kami sangat selektif dalam bermitra dengan perusahaan yang tidak memiliki izin pengangkutan dan penjualan hasil material tambang galian C," tukasnya.
Lebih lanjut Darmono mengatakan, setiap perusahaan yang bergerak dalam pengangkutan hasil tambang wajib memiliki Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP) atau IUP OPK. Izin ini menurutnya menjadi dasar hukum bagi perusahaan untuk membeli, mengangkut, serta menjual komoditas tambang mineral atau batu bara.
Menanggapi aksi demo puluhan sopir truk, Darmono menyebut ada indikasi keterlibatan pihak tertentu, yang diduga menggerakkan para sopir truk untuk melakukan aksi penolakan terhadap kebijakan perusahaan.
Darmono mengaku menemukan adanya pola koordinasi tertentu dalam aksi demonstrasi tersebut, yang mengarah pada dugaan keterlibatan oknum, yang berusaha memanfaatkan situasi untuk kepentingan tertentu.
Ia mengingatkan, bahwa dalam Pasal 162 Undang-Undang (UU) 3/2020 telah diatur secara tegas bahwa setiap orang yang menghalangi atau mengganggu usaha pertambangan yang memiliki izin resmi dapat dikenakan sanksi hukum.
"Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86F huruf b dan Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta," papar Darmono.
Dengan adanya aturan ini, lanjut Darmono, PT Aksha Energi Indonesia berharap semua pihak memahami pentingnya legalitas dalam aktivitas pertambangan. Perusahaan tetap membuka peluang kerja sama bagi armada lokal, namun menegaskan bahwa seluruh mitra harus memiliki izin resmi untuk menghindari pelanggaran hukum.
Sementara itu, PT Aksha Energi Indonesia kini juga melakukan investigasi internal, untuk mengungkap lebih dalam dugaan adanya koordinator atau pihak yang 'bermain' di balik aksi demo ini.
Darmono mengatakan, jika terbukti ada pihak yang dengan sengaja menggerakkan massa untuk menghambat aktivitas pertambangan resmi, maka perusahaan disebutnya tidak menutup kemungkinan akan melakukan langkah hukum, demi menjaga keberlangsungan operasional yang sesuai dengan regulasi.
"Kami ingin semua berjalan sesuai aturan, bukan dengan cara-cara yang melanggar hukum atau merugikan pihak lain," pungkas Darmono.
Untuk diketahui, puluhan sopir truk yang biasa mengangkut material tambang galian C melakukan demonstrasi pada Kamis (30/1/2025).
Aksi dilakukan dengan memarkirkan armada mereka di pinggir jalan menuju lokasi tambang PT Aksha Energi Indonesia, di Desa Karangsono, Loceret Nganjuk.
Mereka memprotes kebijakan yang melarang truk lokal beroperasi untuk mengangkut material dari lokasi tambang setempat.
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Post a Comment