![]() |
Foto ilustrasi program listrik masuk sawah / istimewa |
ND, salah satu anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Kelutan yang menerima bantuan program tersebut mengatakan, anggaran awal program untuk mendukung ketahanan pangan tersebut sebenarnya sebesar Rp 40 juta.
Namun realisasinya, ND menyebut gapoktan hanya menerima sebesar Rp 16 juta, untuk pemasangan 4 titik listrik di Dusun/Desa Kelutan.
"Kami hanya menerima Rp 16 juta untuk pemasangan 4 titik listrik di sawah. Kami tidak tahu ke mana sisa anggaran yang lainnya. Gapoktan hanya disodori kwitansi kosong dari pihak pemerintah desa untuk ditandatangani," ujarnya.
Lebih lanjut ND mengatakan, bantuan program tersebut rencananya akan dipergunakan untuk pengoperasian mesin pompa air sibel di sawah. Namun karena anggaran yang diterima hanya Rp 4 juta per titik, rencana tersebut urung dilaksanakan.
Ketidakjelasan penggunaan anggaran ini menimbulkan kecurigaan di kalangan petani. Mereka mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dari program tersebut.
Menanggapi hal ini, pengamat hukum M. Sufyan menyatakan bahwa dugaan penyimpangan anggaran ini harus diusut tuntas.
"Jika terbukti ada penyimpangan, anggaran sengaja disunat, maka pihak-pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku," tegasnya.
Sufyan menambahkan, program listrik masuk sawah seharusnya memberikan manfaat yang besar bagi petani. Namun, jika pelaksanaannya tidak transparan, program ini justru akan merugikan petani dan masyarakat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak terkait di Desa Kelutan kepada gapoktan mau masyarakat desa setempat, terkait alasan dari pemotongan anggaran program listrik masuk sawah tersebut.
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Posting Komentar