![]() |
Sosok Mpu Sindok Raja Mataram Medang diperankan seorang talent dalam prosesi Manusuk Sima di kompleks Candi Lor Nganjuk, Kamis (10/4/2025) |
Salah satu bentuk simbolis perayaannya dengan menggelar upacara Manusuk Sima, di Kompleks Candi Lor, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.
Prosesi Manusuk Sima merupakan upacara penetapan sima (penghargaan), yang pernah diterima rakyat Anjuk Ladang (sekarang Nganjuk) 1088 tahun silam. Tepatnya pada 10 April 937 Masehi.
Penghargaan diberikan oleh Raja Mataram Medang pertama periode Jawa Timur yakni Mpu Sindok, atas jasa rakyat Anjuk Ladang yang telah membantu memenangkan peperangan melawan pasukan atau bala tentara Kerajaan Sriwijaya.
“Mpu Sindok memerintahkan agar sebidang sawah (lokasi Candi Lor saat ini) ditetapkan sebagai daerah bebas pajak untuk dipersembahkan kepada Bhatara di Sang Hyang Prasada Kebhaktyan (tempat suci) Sri Jayamerta,” kata Sukadi, Pegiat Sejarah Nganjuk.
Sri Jayamerta adalah nama lain dari Candi Lor. Sedangkan batu Prasasti Anjuk Ladang yang didirikan di samping candi juga disebut Jayastambha atau Tugu Kemenangan.
Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi, usai mengikuti prosesi Kamis (10/4/2025) menegaskan bahwa Manusuk Sima pada hakikatnya adalah momen doa bersama untuk keselamatan masyarakat Nganjuk.
"Prosesi Manusuk Sima itu sebenarnya hanya terjadi satu kali, yaitu pada 10 April 937 Masehi. Setelah itu, yang kita lakukan setiap tahun adalah doa bersama sebagai wujud syukur dan permohonan keselamatan bagi kita semua," ujar Marhaen.
Mpu Sindok Leluhur Raja-Raja Besar di Jawa Timur
Mpu Sindok adalah tokoh sentral dalam sejarah kerajaan-kerajaan besar di Jawa Timur.
Ia mulanya memindahkan pusat kekuasaan Kerajaan Mataram Medang dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada sekitar tahun 929 Masehi. Perpindahan itu terjadi setelah Mpu Sindok dibantu rakyat Nganjuk berhasil memenangkan peperangan melawan pasukan Sriwijaya.
Kemenangan itu menandai babak baru dan menjadi pondasi bagi kemunculan dinasti yang berpengaruh bernama Wangsa Isyana di Jawa Timur.
Mpu Sindok memiliki gelar lengkap Śrī Mahārāja Rake Hino Dyaḥ Siṇḍok Śrī Īśānawikrama Dharmottuṅgadewawijaya.
Selama masa pemerintahannya, Mpu Sindok didampingi oleh Rakai Mapatih Hino bernama Mpu Sahasra.
Ibu kota baru pemerintahan Mpu Sindok berada di wilayah Tamwlang, yang berdasarkan prasasti Turyan (929 M) diperkirakan berada di sekitar Jombang saat ini. Tak lama kemudian, pusat kerajaan kembali dipindahkan ke Watugaluh, yang juga terletak di dekat Sungai Brantas, masih di kawasan Jombang.
Setelah mengukir peristiwa bersejarah di Candi Lor Nganjuk dan memulai era kekuasaan Wangsa Isyana di Jawa Timur, Mpu Sindok bersama permaisurinya, Sri Parameswari Dyah Kebi, melahirkan keturunan yang di kemudian hari menjadi raja-raja besar di Jawa Timur.
Dalam skripsi tahun 2009 karya Vernika Hapri Witasari, mahasiswa Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), berjudul 'Prasasti Pucangan Sansekerta 959 Saka: Suatu Kajian Ulang', disebutkan bahwa Raja Airlangga (990-1049), pendiri Kerajaan Kahuripan, adalah keturunan langsung Mpu Sindok.
Ibunda Airlangga yang bernama Mahendradatta adalah cicit kandung Mpu Sindok. Mahendradatta menikah dengan Udayana, putra penguasa Bali. Dari pernikahan ini kemudian melahirkan Airlangga.
Setelah era Airlangga, berdiri kerajaan besar bernama Kerajaan Kediri. Di mana, para rajanya adalah keturunan langsung dari Airlangga. Artinya, para raja ini juga keturunan Mpu Sindok.
Salah satu raja Kediri yang termashyur adalah Sri Aji Jayabaya atau Raja Jayabaya, yang berkuasa pada 1135-1159 Masehi.
Dominasi Wangsa Isyana di Jawa Timur meredup bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Kediri. Kemudian digantikan oleh Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok. Ini bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Singosari pada 1222 Masehi.
Wangsa Rajasa melahirkan raja-raja besar seperti Raja Kertanegara yang membawa era keemasan Singosari (1263-1292) hingga Raja Hayam Wuruk yang memimpin era keemasan Kerajaan Majapahit (1334-1350).
Rif/Pas/2025
0 komentar:
Posting Komentar